REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana membentuk tim khusus untuk membenahi tata kelola dan membangun sistem pencegahan korupsi di lembaga pemasyarakatan (Lapas). Hal ini sebagai tindak lanjut dari pengungkapan suap di Lapas Sukamiskin beberapa hari lalu.
"Langkah selanjutnya, KPK berencana membentuk tim di Kedeputian Bidang Pencegahan," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, Kamis (26/7).
Menurut Febri, pembentukan tim pencegahan ini sebagai bentuk komitmen KPK bersama Ditjenpas untuk melakukan perbaikan bersama. "Melalui tugas Pencegahan KPK, kami lakukan koordinasi antara Deputi Bidang Pencegahan dan tim serta Dirjen PAS di KPK kemarin," ujarnya.
Selain membentuk tim khusus, dalam rapat tersebut KPK juga menyerahkan hasil observasi layanan pemasyarakatan yang dilakukan lembaga antikorupsi pada 2010 lalu. Dari observasi yang dilakukan di sejumlah lapas di Jakarta, Malang dan Medan tersebut, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi perbaikan kepada Ditjenpas dan Kemkumham.
Beberapa rekomendasi itu, yakni Ditjenpas dan Kemkumham menerbitkan kode etik dan perilaku khusus di lingkungan Ditjenpas, penyediaan layanan informasi tentang hak warga binaan secara transparan yang berbasis teknologi informasi, membangun sistem informasi manajemen pemasyarakatan yang sesuai dengan Peraturan Menkumham.
Selain itu, membuat peraturan internal untuk mengukur kepuasan pengunjung, memperluas penggunaan sarana pengaduan, menambah rekrutmen, dan membangun sistem pengawasan internal yang efektif terhadap petugas pemasyarakatan serta melakukan tindakan jika terbukti adanya tindak pidana korupsi.
"KPK mengharapkan Ditjenpas melakukan perbaikan menyeluruh terkait tata kelola Lapas dan Rutan dengan memperhatikan pula rekomendasi KPK yang pernah disampaikan Tahun 2010," ujar Febri.
Febri menegaskan, upaya perbaikan tata kelola lapas dan rutan harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Hal tersebut lantaran Ditjenpas dan Kemkumham tidak menjalankan secara menyeluruh rekomendasi hasil kajian KPK sebelumnya. Padahal, KPK sempat berkirim surat kepada Presiden pada Mei 2011 atas keterlambatan implementasi saran dan perbaikan layanan pemasyarakatan.
"Di surat tersebut kami sampaikan, KPK telah melakukan observasi terhadap layanan masyarakat di Lapas sejak 2009, terdapat delapan temuan dalam observasi tersebut. Hasil observasi disertai saran dan perbaikan telah dipaparkan ke jajaran Ditjenpas pada Februari 2010, dan kemudian KPK menerima action plan dari Ditjen Pas pada April 2010. Namun terdapat temuan keterlambatan proses implementasi," ungkap Febri.
"Upaya pencegahan yang membutuhkan keseriusan yang sama dari pihak-pihak yang terlibat sering diumpamakan dengan idiom lama 'it takes two to tango'. Kurang lebih berarti, sebuah aktivitas tidak akan bisa berhasil jika hanya dilakukan sendiri, butuh partisipasi yang sama antara pihak-pihak yang terkait," tambahnya.
Sebelumnya, Dirjen PAS Sri Puguh Utami mengatakan persoalan utama lapas adalah kelebihan kapasitas yang mencapai 200 persen dari kapasitas seharusnya. Selain itu, persoalan lainnya, bercampurnya narapidana berbagai tindak pidana, uang makan Rp 15 ribu per hari, kedekatan petugas dan napi yang menimbulkan conflict of interest, terpengaruhnya petugas oleh napi terutama korupsi, narkoba, dan terorisme.