REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Sosial Idrus Marham rampung menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus suap terkait proyek pembangkit listrik milik PT PLN di Riau-1. Idrus yang menjalani pemeriksaan selama sembilan jam, pada Kamis (26/7), mengaku dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik.
"Secara keseluruhan, pertanyaan-pertanyaan yang ada sekitar hampir 20 pertanyaan itu yang disampaikan kepada saya tadi secara keseluruhan dan semuanya sudah saya jelaskan, seperti apa yang ditanyakan oleh penyidik," kata Idrus di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/7).
Menurut Idrus, dia sudah mengungkapkan semua informasi yang ia ketahui terkait kedua tersangka kasus ini yakni kader partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Limited Johannes B Kotjo. Termasuk, mengenai pertemuannya dengan Eni, Johannes Kotjo dan Dirut PLN, Sofyan Basir yang membahas proyek PLTU Riau.
"Semua sudah saya jelaskan kepada penyidik, yang saya ketahui dan didengar oleh penyidik," ucapnya.
Idrus juga mengklaim tak pernah menerima uang atau hadiah saat Eni datang ke rumahnya untuk menghadiri acara ulang tahun sang anak, pada Jumat (13/7). Saat di rumah Idrus itu, Eni ditangkap oleh tim Satgas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) lantaran diduga menerima suap dari Johannes.
"Jadi begini, silakan tanya semua kepada penyidik. Apakah ada korelasinya atau tidak. Yang pasti, ibu Eni pada hari ulang tahun anak saya datang tidak membawa kado. Tidak membawa apa-apa. Jadi itu," tegasnya.
Dalam kasus suap terkait proyek pembangkit listrik milik PT PLN di Riau-1 KPK menetapkan dua tersangka yakni Eni Maulani Saragih merupakan anggota komisi VII DPR RI dan pemilik saham Blackgold Natural Recourses Limited, Johanes B Kotjo.
Eni disangka sebagai penerima suap sementara Johanes Kotjo sebagai pemberi suap dengan nilai total Rp 4,8 miliar.
Johanes Kotjo merupakan pihak swasta pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited. Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan, sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.