REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan belum ada upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengundang dan menahan devisa dalam jangka pendek.
"Belum dibicarakan karena Presiden baru mengimbau untuk membawa lebih banyak valas ke Indonesia," ujar Darmin saat ditemui di Jakarta, Jumat (27/7).
Darmin menjelaskan Presiden dalam rapat koordinasi di Istana Bogor, Kamis (26/7) mengajak para pengusaha untuk meningkatkan ekspor dan mengatasi masalah perlemahan nilai tukar terhadap dolar AS. Peningkatan ekspor itu bertujuan untuk mendorong peningkatan nilai devisa guna memperkuat ketahanan ekonomi dan membiayai perdagangan dengan negara lain.
Darmin mengakui selama ini para pengusaha tersebut tidak sepenuhnya memasukkan devisa hasil ekspor tersebut ke perbankan dalam negeri karena berbagai hal. Meski demikian, pemerintah tidak mempunyai instrumen atau insentif untuk menarik minat pengusaha untuk menyimpan devisa hasil ekspor di Indonesia.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar juga tidak memperkenankan upaya menahan devisa untuk jangka waktu tertentu. "Karena Undang-Undangnya tidak membolehkan, tidak boleh lebih dari itu," ujar Darmin.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mendorong pengusaha untuk membawa devisa hasil ekspor kembali ke Indonesia untuk memperbaiki kinerja neraca pembayaran. "Pemerintah akan melakukan upaya bagaimana devisa itu bisa dibawa kembali dan menggunakan itu untuk memajukan usaha di dalam negeri," katanya.
Selama ini, upaya dalam jangka menengah panjang yang dilakukan pemerintah untuk mengundang devisa masuk ke Indonesia adalah mendorong kinerja ekspor dan membenahi sektor pariwisata guna menambah kehadiran turis. Untuk mendorong ekspor, pemerintah sudah melakukan pembenahan terhadap proses perizinan berusaha untuk mengundang investasi berbasis ekspor maupun subtitusi impor agar neraca perdagangan mengalami surplus. Namun, tindakan itu belum efektif untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek yang masih mengalami defisit.
Bank Indonesia pernah menerbitkan PBI Nomor 14/25/PBI/2012 tentang penerimaan devisa hasil ekspor dan penarikan devisa utang luar negeri namun implementasinya tidak begitu efektif. Meski demikian, pengaturan itu memastikan penerimaan devisa hasil ekspor dan penarikan devisa hasil utang luar negeri dapat dilakukan melalui perbankan Indonesia atau diterima secara tunai di dalam negeri.
Pengaturan tersebut tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang berlaku, di mana setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999.
Baca: Mayoritas Fintech Ilegal Berasal dari Cina