Jumat 03 Aug 2018 21:38 WIB

KPAI: Anak Indonesia Darurat Jaminan Kesehatan

KPAI menyebut Indonesia negara kedua dengan kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ibu-ibu membawa balitanya ke posyandu.
Foto: rumah zakat
Ibu-ibu membawa balitanya ke posyandu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai permasalahan yang dialami BPJS Kesehatan sangat serius. Masalah tersebut, tidak bisa diselesaikan dengan membatasi pelayanan kesehatan.

Berdasarkan evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, kasus kematian ibu dan bayi yang lahir di Indonesia mencapai 305 per 100 ribu kelahiran. Padahal, target yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah 102 per 100 ribu.

Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara kedua di Asia Tenggara dengan tingkat kematian ibu tertinggi, hanya terpaut 52 orang dari Laos.

"Setelah berdiskusi dengan Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional, kami menyimpulkan bahwa negara ini sedang darurat jaminan kesehatan," kata Komisioner KPAI, Joseph pada konferensi pers di kantor KPAI, Jakarta, Jumat (3/8).

Sementara itu, Komisioner Bidang Kesehatan dan Napza Sitty Hikmawatty, menganggap ada ketidak sesuaian antara penerimaan BPJS Kesehatan dengan pengeluaran yang begitu tinggi dalam hal pelayanan. "BPJS (Kesehatan) itu badan publik yang diamanahkan untuk JKN dan harus diperhatikan sistem manajemennya," ucap dia.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) RI, juga menyoroti tentang defisit BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 18,3 triliun pada tahun 2017. "Ini perlu diungkit dan diinvestigasi oleh Presiden," tegas Wakil Ketua Komisi Kebijakan DJSN, Ahmad Ansyori.

Pemerintah diminta menyelamatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tengah defisit. Salah satu caranya dengan menaikkan iuran penerima bantuan iuran (PBI) yang mendekati hitungan aktuaria jaminan kesehatan nasional-kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Pengamat Asuransi Kesehatan Chazali Situmorang mengatakan, meski pemerintah selalu mengevaluasi iuran JKN-KIS tetapi faktanya premi kelas III tidak mengalami kenaikan selama bertahun-tahun. Bahkan, kata dia, menurut informasi yang ia terima bahwa iuran PBI kelas ini di tahun mendatang masih tetap seperti yang lama yaitu Rp 23 ribu per jiwa setiap bulan.

Jika hal itu benar, kata dia, masalah defisit yang dialami BPJS Kesehatan akan kembali terjadi dan masalah kembali terjadi dalam bentuk lain. Karena ketidaksesuaian hitungan aktuaria iuran JKN kelas III yaitu Rp 36 ribu per orang.

"Jadi yang bisa menyelesaikan (ketidaksesuaian iuran) ini yaitu yang berkuasa di tingkat hulu, yang punya kekuasaan menyelesaikan masalah ini sesuai undang-undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan BPJS yaitu peraturan presiden (perpres) tentang JKN," katanya dalam acara Ngopi Bareng JKN, di Jakarta Timur, Kamis (2/8).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement