REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menetapkan status tanggap darurat atas bencana gempa yang menimpa Lombok, NTB dan Bali. Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah menetapkan status tanggap darurat selama dua hingga tiga minggu.
"Yang paling penting tanggap darurat, setelah itu rehabilitasi dan rekonstruksi," ujar Jusuf Kalla yang ditemui usai rapat pleno dewan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor Pusat MUI, Senin (6/8). Jusuf Kalla menyampaikan ungkapan bela sungkawa, dan simpati terhadap masyarakat yang menjadi korban.
Dia juga telah bertemu dengan gubernur NTB untuk mendapatkan informasi terkini di Lombok. "Menurut gubernur, Lombok utara 70 persen bangunannya rusak," kata Jusuf Kalla.
Saat ini pemerintah telah mengerahkan bantuan yang dibutuhkan oleh masyarakat Lombok. Jusuf Kalla mengatakan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan personil TNI telah terjun langsung untuk menanggulangi bencana gempa di Lombok.
Selain itu, Palang Merah Indonesia (PMI) juga ikut aktif memberikan bantuan kepada masyarakat yang menjadi korban gempa di Lombok. Mulai dari membantu evaluasi, dan mendirikan pos-pos kesehatan. Jusuf Kalla selaku ketua umum PMI, mengatakan, PMI telah mengirim tangki air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah yang terkena gempa.
"Kita berbicara dengan Pak Gubernur, kebutuhan dasar antara lain air, jadi kita kirim tangki air," ujar Jusuf Kalla.
Data terakhir BNPB terkait total korban meninggal yang telah teridentifikasi sebanyak 91 orang dan 209 orang luka-luka. Berdasarkan perkiraan BNPB kerugian akibat gempa Lombok bisa mencapai Rp 1 triliun. Kerugian yang timbulkan dari gempa bumi pertama 6,4 SR pada Ahad, (29/7) lalu, ditaksir hingga Rp 414 miliar. Sedang gempa yang terjadi pada Ahad (5/8) kemarin mencapai 7 SR dan banyak menimbulkan kerusakan juga.