REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Para pemilik ikan berbahaya atau invasif tidak merasa keberatan saat ikannya dimusnahkan di Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Yogyakarta, Selasa (7/8). Sebanyak 13 ekor ikan aligator dan 12 ekor ikan sapu-sapu yang dimusnahkan.
Salah satu pemilik ikan aligator, Yatimin (54 tahun) mengungkapkan telah memelihara dua ikan aligator tersebut sejak 15 tahun lalu. Saat dimusnahkan, panjang ikan telah mencapai 90 centimeter. Ia pun tidak merasa keberatan saat kedua ikannya tersebut dimusnahkan.
"Ikannya dipelihara di kolam. Dari kecil dipelihara. Beli di Pasar Ngasem, belinya waktu itu masih ukuran jentik, ada yang jual," kata Yatimin, di BKIPM Yogyakarta, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ia mengetahui informasi bahwa ikan yang dipeliharanya berbahaya dari temannya. Saat itu pula ia langsung menyerahkan ikan-ikan tersebut kepada BKIPM secara sukarela. Ia menyerahkan ikan tersebut pada bulan Juni lalu.
"Pas dengar berbahaya, langsung saya serahkan. Saya telepon (BKIPM), terus dijemput sama orang karantina. Teman yang ngasih tahu itu berbahaya," katanya.
Sementara itu, Priambodo (35) yang juga memiliki dua ikan aligator, pasrah saat ikannya dimusnahkan. Ia telah memelihara ikan tersebut sejak tiga tahun lalu, yang saat dimusnahkan panjangnya mencapai 80 centimeter.
"Saya yang telepon (BKIMP), mereka ke rumah. Tahunya berbahaya dari berita, katanya kalau masuk ke sungai bisa makan ikan-ikan kecil, terus saya serahkan," katanya.
Kepala Seksi Pengawasan Pengendalian Data dan Informasi BKIPM Yogyakarta Haryanto mengatakan, selain berbahaya, biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi ikan tersebut terbilang besar. Dua ikan aligator tersebut bisa menghabiskan 15 kilogram ikan per tiga harinya.
"Predatornya berbahaya buat ekosistem, karena dia makan semua jenis ikan. 15 kilo ikan per tiga hari buat makannya aja," kata Haryanto.
Untuk itu, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dampak negatif yang ditimbulkan, agar tidak dipelihara oleh masyarakat.
"Kita ke depan tetap sosialisasi, dan itu akan terus dilakukan terkait dengan ikan berbahaya invasif ini," tambahnya.