REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Para peserta Program pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57 dan delegasi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI melakukan studi strategis luar negeri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Turki di Ankara. Mereka ingin mengetahui tentang sistem pemilihan umum tercepat di dunia.
Gubernur Lemhannas RI Letjen (Purn) Agus Widjojo yang membawa para peserta itu mengatakan, sengaja membawa mereka ke Turki. Karena, dinamika politik di Turki sangat menarik untuk dipelajari.
"Itu sebabnya kami beserta peserta PPRA Lemhannas sengaja mencari informasi ke sini,” katanya melalui siaran persnya kepada Republika.co.id, Selasa (7/8).
Dari hasil studi itu diketahui, KPU Turki yang disebut Yuksek Secim Kurulu (YSK) mengklaim memiliki sistem pemilihan umum tercepat di dunia. Hanya dalam waktu maksimal tiga jam, hasil pemilihan umum bisa langsung diketahui.
Hasil perhitungan tersebut adalah real count, bukan lagi quick count seperti umumnya di negara lain. “Kami memiliki sistem tersendiri, tidak menggunakan internet, sehingga tidak bisa dibobol pihak lain,” sebut Sadi Guven, ketua KPU Turki saat menerima kunjungan delegasi Lemhannas di Ankara, Selasa (7/8) pukul 10.00 waktu setempat.
Memiliki 81 provinsi, Turki sudah membangun sistem jaringan pemilu mandiri menggunakan satelit sendiri, sehjngga tidak mudah dibajak pihak lain. Dengan sistem tersebut, memungkinkan hasil pemilu bisa diketahui lebih cepat.
Dalam sistem ini, didukung dengan sistem identitas penduduk tunggal yang sudah terintegrasi dan dibangun sejak 2007. Sejak bayi lahir, sudah punya identitas tunggal berdasarkan nomor kependudukan. Inilah yang dijadikan data utama dalam membangun sistem pemilu tersebut.
“Walaupun sudah bisa diketahui hasilnya, kami tetap memberikan masa sanggah 11 hari, sebelum penetapan,” kata Sadi. Meski ada masa sanggah, faktanya tidak pernah mempengaruhi hasil dari perhitungan yang ada.
Dijelaskan pula, di Turki, lembaga penyelenggara pemilu ini merupakan lembaga superbodi yang independen. Tidak ada satu pun pihak yang bisa melakukan intervensi atau mempengaruhi hasil kerja mereka. Bahkan, presiden pun tidak boleh ikut campur.
“Kami benar-benar independen, tidak ikut berpolitik. Kami hanya konsentrasi melaksanakan pemilu berhasil dengan baik,” sambung Sadi.
Lalu bagaimana jika pihak KPU Turki ini melakukan kesalahan? Dikatakan, sesama anggota lembaga ini akan saling melakukan kontrol dan tidak akan memungkinkan anggotanya melakukan kesalahan.
Dibeberkan, anggota KPU Turki jumlahnya 11 orang. Dari 11 ini sebanyak 6 orang berasal dari unsur Mahkamah Agung. Sisanya 5 orang dipilih secara independen berdasarkan suara terbanyak dari masing-masing institusi.
Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, ada juga 20 perwakilan dari parlemen atau partai politik. “Tapi mereka hanya punya hak berpendapat, tidak punya hak suara dalam mengambil keputusan,” katanya.
Saat ini, Turki memiliki 5 partai di parlemen. Jumlah pemilih berdasarkan pemilu lalu sebanyak 59 juta orang. Dari jumlah ini, partisipasi politiknya mencapai 86 persen. Dalam urusan pemilu, semua benar-benar bergantung keputusan KPU. “Jadi keputusan kami sama sekali tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun,” tegasnya lagi.