REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Aviliani mengatakan, ada tiga poin yang harus diperhatikan pemerintah untuk pembangunan di bidang ekonomi secara jangka panjang. Pertama, memastikan undang-undang pemerintah daerah sejalan dengan rancangan pemerintah jangka menengah dan panjang.
Kepala daerah juga harus menyesuaikan visi misinya dengan rencana yang sudah dibuat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). "Peraturan di daerah tidak lagi berdiri sendiri atau terpisah dengan pemerintah pusat, harus menyesuaikan," ujar Avi ketika ditemui usai diskusi di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Selasa (7/8).
Poin berikutnya yang harus diperhatikan adalah pola kemitraan. Avi melihat, masih ada kesenjangan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta dengan pihak lain setingkat koperasi. Dengan pola kemitraan, gap ini dapat diminimalisasi dan bahkan dihilangkan untuk menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Cara termudah untuk memulai pola kemitraan adalah dengan memprediksi bidang yang masih memiliki potensi besar tapi belum dieksplorasi maksimal. Misalnya, industri pariwisata dan ekspor pangan halal.
Baca juga, Malang Targetkan 4,3 Juta Wisatawan Nusantara Tahun Ini
"Coba pemerintah dan perusahaan swasta kerja sama dengan kelompok tani atau masyarakat pedesaan untuk membuat sebuah program berkelanjutan," tutur Avi.
Sekretaris alumni sarjana ekonomi tersebut memberikan contoh public partnership seperti di Banyuwangi. Tanah milik pemda dimanfaatkan untuk objek pariwisata oleh swasta yang pada akhirnya dikelola masyarakat setempat. Selain membangun perekonomian, pola ini dapat meningkatkan kesejahteraan warga lokal serta mengurangi angka kemiskinan.
Poin ketiga, fokus terhadap tiga sampai empat industri yang dapat menjadi substitusi impor. Belajar dari Jepang, inti perekonomian mereka hanya ada di dua bidang yakni otomotif dan elektronik. "Tapi, karena fokus, Jepang bisa menjadi salah satu negara dengan perekonomian termaju di dunia," ucap Avi.
Banyak sektor berpotensi di Indonesia yang masih memanfaatkan impor. Sebut saja industri farmasi yang 95 persen bahan bakunya didapatkan dari negara lain. Padahal, menurut Avi, pemerinah bisa mengembangkan obat-obatan tradisional dan herbal.