Ahad 12 Aug 2018 20:42 WIB

Lima Desa di Kabupaten Kuningan Krisis Air

Kabupaten Kuningan bersiaga menghadapi darurat kekeringan.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
kekeringan - ilustrasi
kekeringan - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Sebanyak lima desa di Kabupaten Kuningan mengalami kekurangan air bersih di musim kemarau tahun ini. Distribusi air bersih pun terus dilakukan untuk membantu warga di desa-desa yang terdampak kekurangan air bersih tersebut.

Hal itu terungkap dari data Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kuningan, periode 18 Juli–11 Agustus 2018. Adapun kelima desa tersebut, yakni Desa Jambugeulis, Kecamatan Cigandamekar, dan Desa Pamupukan, Kecamatan Ciniru. Selain itu, Desa Cihanjaro, Desa Simpayjaya dan Desa Sukasari, yang semuanya terletak di Kecamatan Karangkancana.

Di Desa Jambugeulis, tercatat ada tiga dusun yang mengalami kekurangan air bersih. Ketiga dusun itu dihuni 496 kepala keluarga (KK) atau sebanyak 1.375 jiwa. Di Desa Pamupukan, ada dua dusun, yang dihuni 175 KK, 524 jiwa.

Sedangkan di Desa Cihanjaro, ada satu dusun yang dihuni 342 KK, 880 jiwa. Di Desa Simpayjaya ada dua dusun, dengan 587 KK, 1.662 jiwa. Sementara di Desa Sukasari, tercatat ada dua dusun yang mengalami kekurangan air bersih, yang dihuni 209 KK, 507 jiwa.

‘’Untuk menangani kondisi itu, sudah dilakukan distribusi air bersih dan fasilitasi pipanisasi,’’ ujar Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kuningan, Agus Mauludin, Ahad (12/8).

Namun, dari kelima desa yang mengalami kekurangan air bersih itu, baru empat desa yang dilakukan distribusi air bersih. Sedangkan satu desa lainnya, yakni Desa Pamupukan, Kecamatan Ciniru, hingga kini belum tertangani.

Menurut Agus, distribusi air bersih ke Desa Pamupukan tidak memungkinkan karena akses jalan yang kecil, rusak, dan tanjakan cukup curam. Selain itu, daerah tersebut juga sulit sumber mata airnya.

Untuk itu, kata Agus, penanganan kekurangan air bersih di Desa Pamupukan rencananya dilakukan penarikan air dari Walungan Cigalih, dengan menggunakan jetpump. Selanjutnya, air disalurkan melalui pipa paralon/selang sepanjang kurang lebih 500 meter, yang ditampung dalam penampungan/torn, dan selanjutnya disalurkan ke masyarakat.

Rencana penanganan lainnya, dilakukan penarikan air dari bukit Pangleseran menggunakan jetpump. Air kemudian disalurkan melalui pipa paralon/selang sepanjang kurang lebih 200 meter, yang ditampung dalam penampungan/torn, dan selanjutnya disalurkan ke masyarakat.

Sedangkan untuk empat desa lainnya yang kekurangan air bersih, pendistribusian air bersih sudah dilakukan. Hingga saat ini, total distribusi air bersih untuk empat desa itu tercatat ada 87 tangki atau 344 ribu liter. Selain dari BPBD Kabupaten Kuningan, distribusi air bersih juga dilakukan oleh Kodim 0615 Kuningan, Polres Kuningan, PDAM dan Baznas Kuningan.

Agus mengatakan, memasuki puncak musim kemarau, wilayah Kabupaten Kuningan bersiaga menghadapi darurat kekeringan. Ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga turut diwaspadai.

‘’Kuningan sudah menerbitkan SK Siaga Kekeringan dan Karhutla per 27 Juli sampai 1 November 2018,’’ kata Agus.

Agus menyebutkan, secara keseluruhan, ada 79 desa yang tersebar di tujuh kecamatan di Kabupaten Kuningan yang rawan mengalami kekurangan air bersih. Adapun 79 desa itu, yakni 24 desa di  Kecamatan Ciawigebang, enam desa di Kecamatan Kalimanggis, 12 desa di Kecamatan Cidahu, sepuluh desa di Kecamatan Cimahi, sepuluh desa di Kecamatan Cibingbin, delapan desa di Kecamatan Cibeureum dan sembilan desa di Kecamatan Karangkancana.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, memprediksi puncak musim kemarau di Wilayah Ciayumajakuning secara umum akan berlangsung hari tanpa hujan kategori sangat panjang. Namun, adapula sejumlah daerah yang mengalami kekeringan ekstrem.

"Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus–September,’’ ujar Forecaster BMKG Stasiun Jatiwangi, Ahmad Faa Izyn.

Wilayah yang mengalami hari tanpa hujan kategori sangat panjang panjang, berarti tanpa hujan dalam rentang waktu 31 – 60 hari. Sedangkan wilayah yang berpotensi kekeringan ekstrem berarti lebih dari 60 hari tanpa hujan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement