REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Stastistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Juli 2018 meningkat 62,17 persen dibandingkan Juni 2018 menjadi 18,27 miliar dolar AS. Hal ini berakibat pada defisit neraca perdagangan sebesar 2,03 miliar dolar AS.
Karena defisit tersebut, pemerintah berencana akan mengerem proyek infrastruktur yang banyak menggunakan produk impor untuk menjaga neraca perdagangan. Namun, tampaknya proyek yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih aman.
"Sampai sekarang tidak ada proyek yang terdampak (penundaan pembangunan infrastruktur)," kata Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti kepada Republika.co.id, Jumat (17/8).
Anita menjelaskan hal itu karena tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang ada di dalam proyek yang dibangun Kementerian PUPR cukup banyak. Dia mengatakan, TKDN proyek-proyek Kementerian PUPR mencapai lebih dari 80 persen sehingga dinilai minim komponen impornya.
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga menegaskan tidak ada proyek yang pembangunannya ditunda. Basuki mengatkan TKDN proyek Kementerian PUPR sangat tinggi, kecuali komponen bangunan yaitu aspal.
Saat ini, aspal masih diimpor karena produksi dari Indonesia masih kurang. "Tapi lainnya seperti baja kita sudah dari sini, semen juga sudah dari sini, kebanyakan sudah sudah produksi dalam negeri," ujar Basuki di Gedung DPR usai menghadiri pidato nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan danBelanja Negara (RAPBN) 2019 Presiden Joko Widodo kemarin (16/8).
Untuk itu, Basuki memastikan tidak ada perintah untuk menghentikan dan menyisir proyek yang tengah dibangun Kementerian PUPR. Dengan begitu, Basuki menegaskan semua proyek di bawah Kementerian PUPR masih terus berjalan.