REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda Provinsi Lampung mengalami letusan sebanyak 576 kali sepanjang hari Sabtu (18/8). Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau PVMBG melaporkan tinggi letusan antara 100 - 500 meter dari puncak kawah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, letusan disertai lontaran abu vulkanik, pasir, lontaran batu pijar, dan suara dentuman.
“Secara visual, saat malam hari terlihat sinar api dan guguran lava pijar. Hembusan berlangsung 80 kali kejadian dengan amplitudo 5-30 mm dengan durasi 10-80 detik,” ujar dia, dalam siaran persnya, Ahad (19/8).
Menurut dia, ini adalah letusan terbanyak kedua sejak adanya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau pada Juni lalu. Letusan terbanyak mencapai 745 kali letusan pada Sabtu (30/6).
Meski letusan Sabtu kemarin mencapai 576 kali, Sutopo mengatakan tidak ada letusan yang besar menimbulkan dampak kerusakan. Letusan yang terjadi cukup kecil namun beruntun. Selain itu, letusan tidak berpengaruh pada jalur penerbangan dan jalur pelayaran di Selat Sunda.
“Tidak ada peningkatan status gunung api. Status Gunung Anak Krakatau tetap Waspada (level II) dengan radius zona berbahaya di dalam radius 2 km. Bahkan status Waspada (level II) ini ditetapkan sejak 26/1/2012 hingga sekarang,” ujar dia.
Status Waspada berarti aktivitas vulkanik di atas normal sehingga berpotensi terjadi erupsi kapan saja. Sutopo mengatakan, itu tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 2 km.
“Erupsi Gunung Anak Krakatau adalah hal yang biasa dan normal. Ibarat manusia, gunung ini masih dalam pertumbuhan. Gunung akan menambah tubuhnya untuk lebih tinggi, besar, dan lebih gagah dengan cara meletus. Gunung ini masih aktif meltus untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi. Tetapi energi letusannya tidak besar,” kata dia.
Gunung Anak Krakatau muncul dari permukaan laut sekitar tahun 1927. Rata-rata pertambahan tinggi sekitar 4-6 meter per tahun. Energi erupsi yang dikeluarkan juga tidak besar. Sutopo menjelaskan, peluang terjadinya letusan besar seperti Gunung Krakatau pada 1883 sangat kecil. Bahkan, beberapa ahli mengatakan tidak mungkin untuk saat ini.
Ia mengimbau agar masyarakat tetap tenang. BPBD Provinsi Banten, BPBD Provinsi Lampung, PVMBG dan BKSDA telah melakukan langkah antisipasi. Justru sesungguhnya, letusan tersebut adalah peluang untuk berwisata dan edukasi gunungapi.
“Tidak semua negara memiliki gunung api. Indonesia memiliki 127 gunung api aktif atau 13 persen dari seluruh gunung api yang ada di Indonesia,” katanya.