REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Suasana haru mewarnai ibadah shalat Idul Adha di pos pengungsian di Dusun Kekait, Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (22/8).
Di tengah keterbatasan, sedikitnya 1.500 jiwa yang tinggal di pengungsian ini shalat Id dengan seadanya. Warga bersama relawan menyulap kondisi tanah lapang menjadi lokasi shalat. Gempa yang melanda mengakibatkan masjid-masjid di Desa Kekait roboh dan rusak sehingga tak layak ditempati.
Tenda milik BNPB dan Kementerian Sosial menjadi mimbar darurat bagi imam dan khatib. Sementara jamaah menempati areal terbuka dengan beralaskan terpal.
"Meski dalam suasana sedih dan duka mendalam akibat gempa, mari tetap bersyukur atas nikmat terutama nikmat iman dan Islam dalam nuansa gema takbir mengagungkan asma Allah SWT," ujar sang khatib saat mengawali khutbahnya.
Warga Dusun Kekait, Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, NTB, menggelar shalad Idul Adha di pos pengungsian, Rabu (22/8). Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Khatib kemudian menyampaikan sejumlah makna penting di balik momentum Idul Adha, yakni tentang pentingnya sebuah pengorbanan untuk menuju kemuliaan. Pantauan Republika.co.id, suasana haru begitu terasa.
Jamaah tampak khidmat menyimak kata per kata yang terucap dari mulut khatib. Tak ada perayaan berlebih selepas shalat Id.
Isak tangis tak kuasa ditahan usai prosesi shalat. Jamaah terlihat menangis saat berpelukan sambil saling menguatkan dan berharap musibah segera berlalu.
Seorang jamaah, Saadudin (52 tahun) tak kuasa menahan tangis saat berbincang dengan Republika.co.id selepas shalat. Ia mengaku tidak pernah menyangka musibah ini terjadi. Biasanya, keluarganya dan juga warga sekitar menggelar shalat Id di masjid.
"Tapi sekarang masjidnya sudah roboh, ada yang masih berdiri tapi dalamnya sudah rusak," ucapnya.
Warga Dusun Kekait, Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, NTB, menggelar shalad Idul Adha di pos pengungsian, Rabu (22/8). Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Dia begitu sedih dengan kondisi saat ini. Warga harus menjalankan prosesi shalat Id di posko pengungsian akibat dampak gempa.
"Rumah saya dan hampir semua rumah di sini rusak, jadi kita tinggal di sini, tidak ada satu pun barang yang bisa saya diselamatkan," katanya.
Kendati begitu, dia mengaku bersyukur masih bisa diberikan nikmat menjalankan ibadah shalat Id meski dengan sarana seadanya. "Tak ada yang lebih berharga saat ini selain kita bisa shalat Id," katanya.