REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo melakukan berbagai langkah untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Salah satunya meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk tidak gentar melawan segala bentuk kejahatan yang menjadi penyebab bencana menahun itu.
"Saya sangat serius mengawal penegakan hukum karhutla, siapa pun pelakunya harus diproses hukum. Bahkan, kita lakukan proses hukum pada korporasi besar agar ada efek jera. Langkah ini belum pernah terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.
Menteri LHK yang tengah menunaikan ibadah haji di Makkah ini mengaku terus mengikuti perkembangan di Tanah Air terkait karhutla dan juga vonis PN Palangkarya, Kalimantan Tengah, Rabu (22/8). Dalam kasus di PN Palangkaraya, gugatan terhadap Presiden Joko Widodo dan enam pihak lainnya terkait karhutla dikabulkan oleh hakim. Namun, peristiwa yang digugat adalah kasus karhutla pada 2015, beberapa di antaranya terjadi ketika Jokowi baru menjabat sebagai presiden.
Menteri LHK menjelaskan, sejak 2015 sampai saat ini sudah ada 510 kasus pidana LHK dibawa ke pengadilan oleh penyidik Gakkum KLHK. Hasilnya, hampir 500 ratus perusahaan yang tidak patuh telah dikenakan sanksi administratif. Selain itu, puluhan korporasi yang dinilai lalai menjaga lahan mereka digugat secara perdata.
Kementerian LHK telah melakukan lebih dari 200 operasi penanganan satwa ilegal dan illegal logging untuk mengamankan sumber daya negara dan menjaga kelestarian ekosistem. Termasuk di dalamnya penegakan hukum untuk menjerat perusak lingkungan hidup, seperti kasus karhutla.
Berdasarkan catatan KLHK, sepanjang 2015-2017, total putusan pengadilan yang sudah dinyatakan inkrah untuk ganti kerugian dan pemulihan (perdata) mencapai Rp 17,82 Triliun. Sedangkan untuk nilai pengganti kerugian lingkungan di luar pengadilan (PNBP) senilai Rp 36,59 miliar. Angka ini terbesar dalam sejarah penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.
"KLHK memiliki komitmen dan konsistensi yang tinggi dalam penegakan hukum, termasuk untuk mencegah dan menanggulangi karhutla," kata Menteri Siti menegaskan.
Menteri KLHK melanjutkan, pasal 'sakti' UU Lingkungan Hidup yang bisa menjerat pelaku pembakar lahan dan hutan pernah mendapat perlawanan dari kekuatan korporasi. APHI dan GAPKI mengajukan judicial review terkait Pasal 69 Ayat (2), Pasal 88, dan Pasal 99 UU Lingkungan Hidup ke Mahkamah Konstitusi, meski kemudian mencabutnya karena mendapat perlawanan yang sangat keras dari publik.
Penerapan pasal dalam UU Lingkungan Hidup, menurut Menteri LHK, untuk melindungi segenap rakyat Indonesia. JR hanya upaya untuk melepas tanggung jawab, dengan mengambinghitamkan masyarakat atas ketidakmampuan korporasi sebagai pemegang izin dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di kawasan konsesi mereka.
"Seharusnya, korporasi mampu mencegah dan mengatasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan di wilayah konsesi mereka dengan berbagai cara dan peralatan yang memadai,” tuturnya.
Ia menambahkan, pemegang izin, korporasi, baik HTI maupun kebun sawit, wajib mempunyai kemampuan dan siap untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran di konsesi mereka. "Meluasnya kebakaran dikarenakan korporasi tidak mempunyai sarana, prasarana, dan SDM yang memadai. Agar tidak terulang, kami telah diterapkan sanksi administratif, perdata, dan pidana dengan tegas," papar Menteri LHK.
Menteri LHK melanjutkan, penanganan karhutla secara menyeluruh dari hulu ke hilir di masa pemerintahan Presiden Jokowi telah membawa hasil signifikan. Ditambah dengan moratorium menyeluruh izin di lahan gambut, Indonesia akhirnya untuk pertama kali bisa bebas bencana karhutla dan asap secara nasional pada 2016 dan 2017 lalu, setelah hampir dua dekade lamanya selalu mengalami bencana yang sama.
Selain itu, Menteri LHK menegaskan, penanganan karhutla secara menyeluruh dari hulu ke hilir selama di masa pemerintahan Presiden Jokowi, telah membawa hasil signifikan. Ditambah dengan moratorium menyeluruh izin di lahan gambut, Indonesia akhirnya untuk pertama kali bisa bebas bencana karhutla dan asap secara nasional pada 2016 dan 2017 lalu, setelah hampir dua dekade lamanya selalu mengalami bencana yang sama.
Pahami Dulu
Sementara itu, ahli kebakaran hutan dan lahan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo meminta semua pihak memahami dulu sejarah awal kasus yang bergulir di Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya.
Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya menerima gugatan terkait karhutla dan memutuskan bahwa tergugat, dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan enam pihak lainnya, bersalah dan harus membuat PP tentang karhutla. "Gugatan itu terkait kasus kebakaran tahun 2015 yang menjadi salah satu kejadian terburuk karhutla yang pernah dialami Indonesia," kata Bambang.
Saat itu, Presiden Jokowi baru saja menjabat dan kasus karhutla memang sudah menjadi langganan setiap tahun terjadi di daerah-daerah rawan. Banyak faktor menjadi penyebabnya, mulai dari jorjoran izin di masa lalu, alih fungsi lahan gambut, lemahnya penegakan hukum, hingga ketidaksiapan pemerintah saat titik api sudah meluas.
Seiring dengan berjalannya waktu, belajar dari karhutla 2015, Presiden Jokowi langsung mengambil langkah cepat dan tegas. Terjadi perubahan besar-besaran dalam menangani karhutla di Indonesia. "Dari 12 tuntutan yang diajukan itu, semuanya satu per satu sudah dijalankan jauh sebelum ada gugatan," ujar Bambang menambahkan.