Rabu 29 Aug 2018 22:23 WIB

Kemarau Panjang, Petambak di Indramayu Panen Dini

Tak sedikit petambak yang menelantarkan tambaknya.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen garam di areal tambak garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (13/7).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani memanen garam di areal tambak garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kekeringan akibat kemarau memaksa para petambak di Kabupaten Indramayu melakukan panen dini. Bahkan, ada petambak yang memilih menelantarkan begitu saja tambaknya sambil menunggu musim hujan tiba.

Hal itu seperti yang dialami seorang petambak udang di Blok Waledan, Desa Lamarantarung, Kecamatan Cantigi, Odox Khaerudin. Dia mengaku terpaksa memanen dini udang jenis vanamei dan bago miliknya untuk mencegah kerugian yang lebih besar.

Odox menjelaskan, dalam kondisi  normal, udang biasanya dipanen setelah berumur tiga sampai empat bulan. Namun kini, udang miliknya terpaksa dipanen meski baru berusia satu bulan lewat 19 hari.

"Kalau menunggu panen hingga umur tiga atau empat bulan, udang akan lebih banyak yang mati. Kerugian yang harus saya tanggung nantinya akan lebih besar," ujar Odox kepada Republika.co.id, Rabu (29/8).

Odox menyebutkan, akibat panen dini, hasil yang diperolehnya jadi tidak maksimal. Dari dua hektare tambak miliknya, dia hanya bisa memperoleh hasil panen udang sebanyak 35 kilogram atau size 40-50 (satu kilogram berisi 40 – 50 ekor udang).

Padahal, oslah (benih udang berukuran besar) yang ditabur Odox di lahan tambaknya mencapai 40 ribu benih. Jika dipanen dalam kondisi normal, maka hasil yang diperolehnya semestinya bisa mencapai tiga kuintal atau size 30 (satu kilogram berisi 30 ekor udang).

"Harga udang yang saya panen juga jadi lebih murah karena udangnya belum mencapai ukuran yang maksimal," tutur Odox.

Odox mengatakan, harga jual udang jenis vanamei miliknya hanya Rp 35 ribu per kilogram dan udang bago Rp 45 ribu per kilogram. Padahal normalnya, bisa mencapai harga Rp 60 ribu sampai Rp 70 ribu per kilogram.

Odox menjelaskan, musim kemarau telah mengakibatkan air tawar dari sungai yang masuk ke dalam tambak menjadi sangat minim. Akibatnya, tingkat salinitas (kadar garam) di tambak menjadi sangat tinggi karena tambak didominasi oleh air laut. Kondisi itulah yang diduga menjadi penyebab matinya udang.

Tak hanya Odox, banyak petambak lain yang juga memilih menelantarkan tambaknya. Pasalnya, hasil yang akan diperoleh tak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.

"Biarkan sajalah, sampai menunggu turun hujan. Baru nanti saya akan garap tambak lagi," kata seorang petambak, Sano.

Sano pun memilih tak memberi makan ikan bandeng yang saat ini masih tersisa di tambaknya. Ikan bandeng tersebut makan secara alami berupa rumput kering yang mengambang di permukaan tambak, atau yang dikenal dengan istilah dangkal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement