REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengungkapkan, sebanyak 2.674 pegawai negeri sipil (PNS) terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Namun, baru sekitar 317 PNS yang dipecat, sementara 2.357 PNS lainnya masih aktif bekerja.
"Yang telah diberhentikan tidak dengan hormat sejumlah 317 PNS dan yang masih aktif sejumlah 2.357 PNS. Data ini masih akan terus berkembang sesuai dengan verifikasi dan validasi lanjutan," kata Kepala BKN Bima Haria Wibisana di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/9).
Bima menuturkan, BKN akan terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM untuk memperbarui data PNS yang terlibat korupsi dan perkaranya telah inkrah. Hal tersebut dilakukan merujuk Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN), menurut Bima, BKN bakal melakukan pemblokiran terhadap data PNS yang terbukti korupsi itu, tetapi masih belum dipecat.
"Untuk meminimalisasi potensi kerugian keuangan negara, maka dilakukan pemblokiran data PNS pada data kepegawaian nasional," ujarnya menerangkan.
Bima menambahkan, BKN memiliki beberapa catatan terkait belum diberhentikannya PNS yang terlibat rasuah. "Kronologi permasalahan ini sudah didalami beberapa tahun yang lalu, bukan baru sekarang saja. Pada 2015 Kami mendata ulang PNS, karena itu tugas BKN. Dari hasil itu, kami menemukan 97 ribu PNS yang tidak mendaftarkan diri kembali dengan berbagai sebab," tutur Bima.
Dari 97 ribu PNS itu, sambung Bima, di antaranya tidak mengisi kembali datanya karena sedang menjalani masa tahanan. "Data-data ada banyak, kami mengalami kesulitan untuk menelusuri data-data itu. Karena putusan pengadilan tidak tercantum lead-nya. Jadi, kami harus betul-betul memastikan kalau dia benar-benar PNS. Butuh waktu memvalidasi dan memverifikasi agar data-data itu tidak diterapkan pada orang yang keliru," katanya menerangkan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPK Agus Rahardjo mendukung langkah agar PNS yang terbukti korupsi dan berkekuatan hukum tetap agar dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat. Menurut Agus, pejabat pembina kepegawaian harus menindaklanjuti setiap putusan pengadilan yang telah inkrah itu.
"Jadi kepada pejabat itu (yang terbukti korupsi) bisa dikenakan sanksi yang sama, yang dikenakan kepada pejabat yang mestinya diberhentikan dengan tidak hormat," kata Agus.
Agus menyebut agar informasi mengenai putusan pengadilan terhadap PNS yang terbukti korupsi telah inkrah, pihaknya akan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk berkoordinasi dengan instansi bersangkutan. Menurut Agus, apa yang tercantum dalam amar putusan majelis hakim harus dilaksanakan oleh semua pihak.
"Apa yang tercantum dalam amar putusan itu harus dilaksanakan. Ada yang tidak tercantum, dipecat itu tidak tercantum. Diberhentikan tidak hormat itu tidak tercantum. Tapi di undang-undang yang lain kan ngomong, orang yang seperti ini harus diberhentikan dengan tidak hormat," ujarnya.
Ia menambahkan, KPK juga gencar melakukan sosialisasi strategi nasional pencegahan korupsi, khususnya di instansi pemerintahan. Termasuk juga sebagai pendorong perbaikan sistem penanganan ASN yang terjerat korupsi.
"Oleh karena itu, KPK dalam hal ini, KPK trigger mekanisme. Mendorong langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan," kata Agus menegaskan.