REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Komisi nasional hak asasi manusia atau Suruhanjaya Hak Asasi Manusia Malaysia (Suhakam) menyesalkan keputusan Mahkamah Syariah Terengganu mencambuk dua wanita,yang dinyatakan bersalah melakukan hubungan seks sejenis. Hukuman ini dinilai kejam.
"Itu hukuman kejam, tidak berperikemanusiaan dan menjatuhkan marwah dua wanita, apalagi menghukum cambuk mereka dengan kehadiran media," kata Ketua Suhakam, Sri Razali Ismail, di Kualalumpur pada Rabu (5/9).
Razali menyadari bahwa undang-undang membenarkan hukuman cambuk. Namun mahkamah itu seharusnya menggunakan kebijaksanaan selaras dengan asas perikemanusiaan, belas kasihan dan marwah dalam Islam.
"Kami tidak dapat menerima alasan bahwa pilihan serta cara perlaksanaan hukuman itu bertujuan mendidik karena masyarakat berbudaya, beradab, sederhana dan maju tidak akan mengambil jalan keluar dengan menggunakan ketakutan dan memalukan sebagai cara atau alat untuk mendidik," katanya.
Dia mengatakan, Dewan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW) menilai terdapat penekanan wanita Muslim di Malaysia, yang terkesan negatif akibat tafsiran tertentu syariah. Walaupun menerima kritikan internasional, kata dia, pemerintah dan parlemen tidak mengambil langkah untuk melaksanakan perubahan apapun.
"Suhakam mengingatkan pemerintah bahwa tidak mengukuhkan kehendak kuat Malaysia terhadap hak asasi internasional bukan merupakan hal baik demi kepentingan dan kemajuan negara," katanya.
Suhakam menekankan pentingnya Deklarasi Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak Sipil Internasional dan Politik dan Konvensi Menentang Penyiksaan yang melarang penyiksaan dan semua bentuk kekejaman, termasuk hukuman cambuk.
"Kami menyerukan hukuman yang demikian dicabut dari semua undang-undang, perdata dan syariah untuk mematuhi standar internasional."