REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Empat kampus perguruan tinggi di Jawa Timur yang saat ini statusnya masih nonaktif terancam akan ditutup sebab sampai saat ini belum terlihat nyata perbaikan dari manajemen kampus.
"Belum ada 'nawaitu' untuk berbenah," kata Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) Supriadi Rustad saat di Kediri, Sabtu.
Supriadi yang ditemui saat berkunjung ke kampus Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri mengatakan kementerian terus memonitor perbaikan manajemen di dalam tiga kampus tersebut.
UNP PGRI merupakan salah satu kampus di Jatim yang statusnya nonaktif. Tiga kampus lain yang juga dinonaktif adalah Universitas PGRI Ronggolawe Tuban, IKIP Budi Utomo Malang, dan IKIP PGRI Jember, sehingga totalnya adalah empat kampus.
Namun, Supriadi mengatakan kampus UNP PGRI Kediri sudah terlihat mempunyai komitmen untuk melakukan perbaikan di dalam kampusnya. Perbaikan itu dinilainya belum terlalu terlihat pada tiga kampus lainnya.
Kampus UNP melakukan sejumlah perbaikan, seperti validasi yang dilakukan untuk dosen dan mahasiswanya, perbaikan standar perkuliahan, sampai membentuk lembaga etika.
Ia mengatakan, nantinya tim akan kembali melakukan audit untuk memeriksa apakah perbaikan itu sudah maksimal dilakukan.
Tim akan memantau apakah manajemen kampus secara jujur melakukan perbaikan tersebut atau belum.
"UNP ke depan akan kami jadikan model, tapi tergantung UNP kesungguhannya," ujarnya.
Di UNP, lanjut dia, untuk tahap pertama kementerian akan melakukan verifikasi pada dosen yang mengajar di tempat tersebut. Verifikasi itu untuk memastikan status dosen. Setelah selesai, nantinya baru ke mahasiswa.
Ia mengatakan kementerian bisa secepatnya mencabut status nonaktif yang saat ini masih disandang di kampus tersebut, namun pencabutan itu juga tergantung pada manajemen kampus yang bersangkutan.
"Semakin cepat semakin baik. Semestinya tahun ini bisa selesai, dan nanti kami akan pikirkan konsekuensinya kalau memang susah dibina," ujarnya.
Sementara itu, Rektor UNP PGRI Kediri Sulistyono mengatakan kampus terus melakukan perbaikan, di antaranya memverifikasi jumlah dosen.
Awalnya, terdata sampai 251 dosen dan setelah dilakukan verifikasi jumlahnya hanya 164 dosen. Ia mengatakan kampus sudah mengusulkan untuk validasi 86 dosen lainnya dan terdapat tambahan lagi sampai 70 dosen.
Ia berharap, dengan jumlah itu, dosen yang ada mencukupi untuk kebutuhan kegiatan belajar mengajar sekitar 17 ribu mahasiswa.
"Ini masih verifikasi terus, termasuk antara yang reguler dan nonreguler. Ke depan kami hanya akan memiliki satu sistem perkuliahan dengan standar perkuliahan sama," katanya.
Sebelumnya, tim dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) telah melakukan audit akademis di kampus UNP PGRI Kediri, tersebut terkait dengan status nonaktif kampus tersebut.
Dari pemeriksaan, diketahui terdapat beberapa masalah, seperti tentang rasio antara dosen pengajar dan mahasiswa. Sejumlah jurusan rasionya dinilai tidak masuk akal, karena melebihi dari porsi ideal kegiatan belajar mengajar.
Untuk jurusan PAUD rasionya adalah 1:340 (satu dosen dengan 340 mahasiswa), jurusan manajemen 1:90, jurusan bimbingan konseling 1:139, jurusan pendidikan jasmani dan kesehatan 1:190, dan jurusan PGSD 1:115. Padahal, secara ideal, antara dosen dengan mahasiswa untuk jurusan IPA adalah 1:35 dan IPS 1:45.
Selain masalah rasio dosen, juga menemukan tentang blangko ijazah yang diketahui tidak ada nomor seri. Padahal, nomor seri itu penting, dimana nantinya mahasiswa bersangkutan akan terdata di sistem. Jika dalam blangko ternyata tidak ada nomor seri, dikhawatirkan bisa dipalsukan.