REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Senin (20/1) menggelar audiensi dengan DPR RI. Pada kesempatan ini APTISI memberi masukan pemerintah tentang pendidikan tinggi.
Ketua Umum APTISI, Edy Suandi Hamid mengatakan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebagai salah satu aktor pendidikan nasional memegang peranan penting dalam merealisasikan salah satu tujuan konstitusi. Yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui penyediaan pendidikan tinggi bagi anak-anak bangsa.
Saat ini, kata Edy, dari 3.151 Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Indonesia, sebanyak 3.068 atau 97 persen merupakan PTS. Sedangkan PTN hanya berjumlah 83 atau 3 persen.
“Jumlah mahasiswa yang ditampung PTS sebanyak 2.298.830 atau sebesar 72 persen, sedangkan PTN hanya dapat menampung sebanyak 907.323 atau 20 persen. Adapun jumlah tenaga pengajar atau dosen PTS mencapai 122.092 orang atau 50 persen dari jumlah keseluruhan dosen di Indonesia, 273.734 orang,” kata Edy dalam audiensi yang diterima langsung Ketua DPR RI, Marzuki Alie.
APTISI juga menyampaikan pandangannya terkait dengan semakin melemahnya otonomi yang dimiliki kampus karena kebijakan, pendidikan tinggi yang cenderung sepihak dan otoriter. Peraturan, kebijakan dan tindakan pemerintah dalam mengatur bidang pendidikan tinggi pun semakin kehilangan "ruh pendidikannya" dan telah menjelma menjadi "ruh penguasa".
“Keberadaan PTS sering diposisikan sebagai pihak yang perlu dicurigai dan, oleh karenanya, perlu diawasi, jika perlu dilakukan tindakan sepihak yang tidak mendidik,” jelas Edy.
Merespons aspirasi APTISI, Ketua DPR RI, Marzuki Alie, menegaskan akan melanjutkan masukan-masukan tersebut kepada pemerintah. “Kita semua merasakan bahwa PTS lebih banyak ditekan daripada dibina untuk ditingkatkan kapasitasnya. Rasa-rasanya jika mengikuti semua ketentuan pemerintah maka bulan Agustus 2014 nanti semua PTS di luar Jawa akan bubar,” tegasnya.