REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat ini guru Indonesia sudah independen, bebas menentukan sikap dan tidak terkungkung lagi oleh kepentingan politik siapapun. Dalam hal ini termasuk dalam kepentingan politik sesaat pengurus yang mengatasnamakan organisasi guru.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Sumarna Surapranata meminta organisasi profesi guru untuk tidak sepatutnya mengatasnamakan guru. “Seolah-olah demi kepentingan mereka melakukan pengerahan masa yang dibungkus dengan perayaan,” ujar pria yang biasa disapa Pranata melalui keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (9/12).
Apalagi, lanjut dia, perayaan itu jauh dari profesionalitas dan kode etik guru. Menurut Pranata sudah saatnya para guru Indonesia unjuk diri mengedepankan profesionalitas.
Sehingga, tambah dia, bisa menghasilkan karya-karya terbaik untuk bangsa dan negara. Pengrusakan wibawa guru sebagai pendidik yang dilaukan segelintir pihak juga bisa terhindari.
Pada dasarnya, Pranata menegaskan, tidak ada kekhawatiran apapun ihwal perayaan hari guru yang dilakukan sebuah organisasi. Hal ini dilakukan agar guru dapat menjaga marwah kemuliaan mereka.
“Dengan demikian, mereka mampu menjaga netralitas berdiri di atas organisasi profesi guru yang berasal dari, oleh, dan untuk guru yang hakiki,” jelas dia.
Surat edaran yang dikeluarkan pemerintah juga dinilai sebagai rangka menjawab kekhawatiran Pemda. Dalam hal ini, kata dia, terkait netralitas guru yang memang harus steril dari kepentingan sesaat.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Yuddy Chrisnandi mengimbau seluruh guru untuk tidak mengikuti perayaan guru yang diselenggarakan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 13 Desember 2015. Hal diungkapkan Yuddy melalui surat edaran perayaan hari guru 2015 pada 7 Desember 2015 bernomor B/3903/M.PANRB/12/2015.
“Kami meminta para guru di seluruh Indonesia untuk lebih fokus memberikan pelayanan pendidikan berkualitas kepada peserta didik di manapun bapak/ibu bertugas,” tulis Yuddy dalam surat edarannya. Ini dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban professional kepada masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, semua aktivitas guru sebagai pendidik harus merujuk pada tujuan pendidikan dan kode etik guru.