REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan kisaran September hingga November 2018 kasus kekerasan fisik, perundungan di sekolah, anak korban kebijakan dan lainnya masih terjadi. Setidaknya ada enam kasus yang ditangani oleh KPAI pada rentan waktu tersebut. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah diminta untuk terus bersinergi membenahi sistem pendidikan di Indonesia.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Lystiarti merekomendasikan agar pemerintah secara intensif menyelenggarakan pelatihan-pelatihan guru. Mengingat masih banyak pendidik yang memiliki persepsi bahwa mendidik dan mendisiplinkan peserta didik dengan kekerasan.
“Pelatihan harus dilakukan dalam upaya mengubah pola pikir para pendidik terkait persepsi mendisiplinkan anak tidak dengan disiplin positif tanpa kekerasan, serta melatih para guru dalam meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan kelas,” jelas Retno melalui pesan tertulis kepada Republika, Senin (19/11).
Selain itu, dia juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agam (Kemenag), Dinas-dinas Pendidikan dan Kantor-kantor wilayah Kemenag untuk mendorong percepatan sekolah ramah anak (SRA). Sebagaimana diamanatkan dalam Intruksi Presiden No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, mengingat saat ini jumlah Sekolah Ramah Anak (SRA) baru sekitar 11 ribu sekolah dan pesantren dari sekitar 400 ribuan sekolah.
“Jadi diharapkan dengan sekolah ramah anak, dapat menurunkan drastis kekerasan di lingkungan sekolah,” jelas dia.
Terkait terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual di sekolah, kata Retno, KPAI juga mendorong para orangtua dan guru untuk mengedukasi anak-anak sedari dini tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan menunjukkan bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh siapapun, kecuali dirinya sendiri.
Para guru baik guru PNS maupun Non PNS pun diminta untuk mematuhi ketentuan bahwa lembaga pendidikan haruslah bersih atau steril dari kepentingan politik dan politik praktis.
“Anak-anak harus dilindungi dari pengaruh buruk berupa ujaran kebencian. Anak-anak seharusnya dipertontonkan demokrasi yang terbuka, jujur dan menghargai HAM siapapun. Guru sangat strategis dalam memperkuat demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan,” jelas Retno.