REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya (Disbudpar) menjalin kolaborasi dengan kalangan kolektor untuk melengkapi koleksi yang ada di Museum Pendidikan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Antiek Sugiarti mengatakan, jejaring dengan berbagai kolektor, selain untuk mengisi koleksi, juga dimaksudkan untuk menggali informasi yang detail tentang barang-barang yang dipajang.
"Contohnya komunitas vintage atau sejarah selain membantu isi koleksi Museum Pendikan, juga museum-museum lainnya. Seperti Museum 10 Nopember, Museum Olahraga, kita kolaborasi dengan mereka (kolektor),” ujar Antiek di Surabaya, Senin (25/11).
Namun demikian, Antiek mengatakan, barang-barang koleksi yang masuk semuanya diperiksa terlebih dahulu oleh narasumber, ahli, maupun kurator yang berkaitan, untuk memeriksa tahun pembuatannya. Kesemuanya itu dilakukan agar tidak ada informasi yang salah.
“Jadi untuk mengecek, memang kita menggunakan narasumber, ahli, dan dengan kurator untuk mengetahui tahunnya. Jika diterjemahkan isinya apa dan dari mana,” ujar Antiek.
Antiek menyampaikan, pihaknya saat ini tengah mengatur storylinenya, mulai dari zaman praaksara, zaman kerajaan, zaman kolonial, zaman perjuangan, hingga kemerdekaan. Meski belum optimal, karena penempatan dan standarisasinya masih dalam proses. “Kita masih melakukan evaluasi dengan tim arsitektur, desain, untuk penataan alur dan pengamanannya,” kata Antiek.
Antiek mengungkapkan, barang-barang koleksi tersebut keberadaannya ada yang merupakan hibah dari para kolektor, melalui proses penggantian, serta diperoleh dari pembelian. “Sesuai ketentuan internasional, museum ini pada Senin tutup. Tetapi nanti kita evaluasi, apakah seperti Museum 10 Nopember yang tiap hari buka atau apa,” kata dia.
Ketua Umum Surabaya Vintage Community, Ali Budiono menyampaikan, sebanyak 80 persen koleksi Museum Pendidikan merupakan barang-barang dari komunitasnya. Pihaknya mengumpulkan barang-barang tersebut selama tiga bulan.
Beberapa barang koleksi yang diserahkan ke Disbudpar untuk mengisi koleksi di museum tersebut antara lain sabak, buku tulis, buku pelajaran, manuskrip atau naskah kuno, mesin ketik, dan alat laboratorium. “Mesin cetak dari Percetakan Muhammadiyah di Yogyakarta,” kata dia.
Ali menyebut, jumlah barang yang datang dari komunitasnya di museum pendidikan sekitar 700 koleksi. Koleksi tersebut pengumpulannya, dari hasil komunikasi antar komunitas barang-barang kuno. Di Surabaya terdapat 500 anggota komunitas, sedangkan di Indonesia jumlahnya ribuan.
“Misalkan sabak, kita kesulitan menemukannya saat ini. Kita dapat lumayan banyak dari daerah Jawa Tengah. Di Surabaya sulit mendapatkannya. Manuskrip dari Aceh. Naskah dari daun lontar, deeluwang kertas atas kertas eropa itu ada di tahun 1700 – 1800 ,” kata dia.
Adapun, kata dia, barang koleksi museum yang didapat dari Surabaya berupa buku-buku pelajaran di zaman belandan dan Jepang, hingga di era kemerdekaan. Buku-buku tersebut beberapa di antaranya adalah ijazah sekolah Tionghoa. Ali menyatakan, penyerahan benda-benda kuno sebaggai koleksi Museum Pendidikan, agar koleksi tersebut berguna untuk dunia pendidikan, terutama pendidikan anak di masa mendatang.