JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah mengatakan pada 2019 semua produk yang dipasarkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Namun sayangnya sosialisasi dan edukasi undang-undang jaminan produk halal (UU JPH) masih belum maksimal kepada masyarakat terutama para pelaku industri.
Ikhsan menerangkan, apabila sampai batas waktu mandatory atau wajib sertifikasi dan para pelaku usaha masih belum memiliki sertifikat halal maka mereka dapat dikenakan sanksi. Oleh karena itu sambungnya, guna menghindari akibat hukum maka para pelaku usaha harus segera melengkapi sertifikat halal.
"Karena apabila sampai batas waktu mandathori Sertifikasi dan produk mereka belum bersertifikasi halal, maka akan terkena sanksi berupa denda maupun sanksi pidana sekaligus sebagaimana Pasal 56 dan 57 UU JPH," kata Ikhsan dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id pada Selasa (12/9).
Jaminan produk halal kata Ikhsan, telah diundangkan sesuai dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Namun nampaknya UU JPH masih belum dirasakan kehadirannya bagi masyarakat dan belum memiliki pengaruh yang signifikan bagi dunia industri dan pertumbuhan industri halal.
"Sejak diundangkan UU JPH pada 17 Oktober 2014 diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuhnya industri halal, tetapi realitanya sangat jauh dari yang diharapkan," ungkap Ikhsan.
Ikhsan juga mengungkapkan, industri halal Indonesian saat ini seolah jalan di tempat apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Sebut saja negara Malaysia, Thailand, Singapura, Korea dan Taiwan yang menurutnya sudah lebih dulu maju dan menjadikan produk-produk bersertifikat halal tersebut sebagai bisnis penting.
"Industri halal Indonesia masih berjalan ditempat, jauh tertinggal dari Malaysia, Thailand, Singapore, Korea dan Taiwan. Pelaku usaha kita belum melihat industri halal sebagai peluang bisnis penting. Padahal di dalam era global saat ini, industri halal sedang menjadi trend global," terangnya.