REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan para kepala daerah yang berkampanye dalam pemilu harus mengajukan cuti. Pengajuan cuti bagi kepala daerah tersebut dilakukan berdasarkan tingkatannya.
"Kepala daerah yang berkampanye dalam Pemilu harus mengajukan cuti sebagaimana diatur dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38 PP No. 32 Tahun 2018, yakni dengan mencantumkan jadwal dan jangka waktu serta lokasi kampanye," ujar Tjahjo dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (13/9) pagi.
Dalam pasal-pasal tersebut diatur bahwa cuti dilakukan untuk satu hari kerja dalam sepekan pada masa kampanye. "Adapun hari libur adalah hari bebas untuk berkampanye," lanjut Tjahjo.
Dia lantas menjelaskan teknis pengajuan cuti bagi para kepala daerah tersebut. Menurut Tjahjo, apabila gubernur dan wakil gubernur akan berkampanye, maka harus mengajukan cuti kepada menteri untuk diproses dan diterbitkan persetujuan.
"Sementara itu, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil walikota yang akan berkampanye juga harus izin cuti. Izin cuti itu disampaikan kepada gubernur untuk diproses dan diterbitkan persetujuan, " tambah Tjahjo.
Baca juga: Sindir Farhat, Prabowo: Aku Masuk Neraka Dong
Sebelumnya, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Alamsyah Saragih akan meminta Kemendagri menegur kepala daerah yang berpihak pada Pilpres 2019. Menurut dia, hal itu berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam pelayanan publik.
Alamsyah mengatakan, Ombudsman telah memantau kepala daerah yang secara terbuka memberikan dukungan kepada pasangan bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). "Gubernur menyatakan dukungan kepada Jokowi walau belum dilantik," kata dia di kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (30/8).
Secara khusus, ia melanjutkan, Ombudsman akan meminta Kemendagri serius memberikan teguran dan mengatur pemberhentian sementara bagi kepala daerah yang ingin menyatakan dukungannya kepada salah satu pasangan calon. Menurut dia, dalam menjalankan tugas Ombudsman tidak hanya melihat sisi hukum positif (legal formal), melainkan juga asas kepatutan dan perilaku penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik.
Sementara itu, Komisioner Ombudsman Laode Ida khawatir, ketika kepala daerah mendukung salah satu pasangan calon, ia akan menggunakan seluruh pengaruhnya. Menurut dia, seluruh aparat, organisasi pelayanan publik seperti kepala dinas, kepala bagian, hingga kalangan pebisnis, untuk memberikan dukungan pada pasangan calon tersebut.
"Itu yang paling substansi. Kita bisa bayangkan daerah ketika gubernur menyatakan mendukung satu paslon, pada saat itu sudah tidak netral lagi pelayanan publik," ujar Laode.
Baca juga: Ini Alasan GP Ansor Minta Polisi Pertimbangkan Ceramah UAS
Karena itu ada beberapa hal, ia menyarankan agar pejabat negara itu nonaktif. Dengan begitu, yang bersangkutan tidak akan menerima uang negara, fasilitas negara, dan kewenangannya, selama masa kampanye.
Laode juga mengajak masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam melakukan pengawasan. Ia mengataka, Ombudsman membuka ruang pengaduan, khususnya pada masa Pilpres 2019.
"Ommbudsman dengan 34 kantor perwakilan akan menjamin kerahasiaan identitas pelapor. Imbauan ini kami sampaikan dalam rangka mencegah terjadinya maladministrasi," kata dia.