Ahad 16 Sep 2018 16:32 WIB

Peneliti UI: Kematian Neonatal Indonesia Peringkat 8 Dunia

Peran perawat penting terhadap kualitas kesehatan bayi baru lahir.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ani Nursalikah
Bayi baru lahir.
Foto: Pexels
Bayi baru lahir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka kematian neonatal atau bayi baru lahir di Indonesia mencapai 15 per 1.000 kelahiran hidup pada 2017. Jumlah kematian neonatal tersebut menduduki peringkat kedelapan di dunia.

Peneliti dari Fakultas Ilmu Keperawatan UI Universitas Indonesia (UI) Agus Setiawan mengungkapkan, angka kematian neonatal di Indonesia relatif stagnan. Karena itu dia menekankan penting keperawatan berbasis bukti untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan neonatal.

"Karena profesi perawat di Indonesia memainkan peranan penting terhadap kualitas kesehatan bayi baru lahir," kata Agus melalui keterangan tertulis, Ahad (16/9).

Selain itu, Angka Kematian Neonatus (AKN) 2012 masih sebesar 19 kematian per 1.000 kelahiran menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2012. Berbeda halnya dengan Indonesia, Jepang sebagai negara maju, malah mulai bergerak menjaga usia harapan hidup masyarakatnya.

Hal itu dipaparkan oleh Keiji Moriyama dalam sebuah konferensi "The 3rd International Conference on Global Health" yang diikuti ratusan peneliti, dosen dan mahasiswa bidang kesehatan dari dalam dan luar negeri di Bali, Sabtu (15/9). Keiji mengungkapkan, pada 2017 proporsi penduduk usia lebih dari 65 tahun di Jepang sudah mencapai 27,7 persen.

Dan baru-baru ini, kata dia, Tokyo Medical and Dental University (TMDU) meluncurkan sebuah inisiasi penting untuk pendidikan gigi dan penelitian di masyarakat yang menua, seperti Jepang, di bawah dukungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi. "Inisiatif kunci itu bertujuan menjaga angka harapan hidup sehat atau healthy life expectancy (HALE)," kata dia dalam orasi ilmiahnya.

Wakil Rektor III Bidang Riset dan Inovasi UI Prof Rosari Saleh, menyatakan pencapaian keadilan dalam kesehatan untuk semua orang bukan hanya tugas pemerintah, melainkan menjadi pekerjaan rumah bersama pemerintah, akademisi, industri atau sektor swasta dan masyarakat. Menurut Rosari, masalah kesehatan global di dunia mencapai puncaknya saat ini dan bukan hanya menjadi isu di negara berkembang seperti Indonesia, tetap juga di negara maju sehingga penanganannya harus dilakukan secara kolaboratif dan lintas negara.

“Di seminar ini kita berkumpul untuk mendiskusikan, bagaimana perbedaan antar negara harus ditangani, akses ke layanan kesehatan harus ditingkatkan, dan ancaman penyakit global harus dihadapi,” kata Rosari yang masuk dalam lima dosen dengan produksi publikasi penelitian paling produktif di Indonesia.

Berbagai tinjauan peneliti bidang kesehatan dipaparkan peneliti dosen dan mahasiswa sesuai tema konferensi “Fostering Research to Manage the Global Health” atau “Membina Penelitian untuk Mengelola Kesehatan Global" yang diselenggarakan kolaborasi semua rumpun ilmu kesehatan di Universitas Indonesia.

Sedikitnya ada 132 artikel disajikan konferensi kesehatan global. Masih dalam rangkaian tema konferensi, juga digelar Seminar ke-3 “International Workshop Ondental Research” dan seminar pertama International Seminar on Clinical and Research in Dentistry. Masing-masing membahas 88 dan 46 artikel penelitian terkait.

Baca juga: Anies: Stunting Salah Satu Masalah Ketimpangan

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement