REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Abdullah, menegaskan, MA tetap konsisten memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Ia juga mengatakan, persoalan mengenai larangan seseorang untuk maju menjadi calon legislatif seharusnya dimuat di undang-undang (UU), bukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang merupakan peraturan pelaksana.
"Perlu saya tegaskan bahwa MA tetap konsisten memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia," kata Abdullah di Gedung MA, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (17/9).
Ia menjelaskan, dalam semua putusan kasasi yang diputus oleh MA terkait perkara korupsi, putusan-putusan itu selalu dinaikkan pidananya. Itu, menurut Abdullah, membuktikan MA tetap berkomitmen dalam memberantas tindak pidana korupsi. "Persoalan ini (PKPU, Red) menyangkut warga negara untuk dipilih dan memilih. Seharusnya dimuat dalam UU, bukan dalam peraturan pelaksana," ujar Abdullah.
Abdullah pada konferensi pers yang dilaksanakan di tempat yang sama memaparkan, ada 12 perkara uji materi yang ditangani MA terkait dengan PKPU. Dari 12 perkara tersebut, hanya ada dua putusan yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian.
Kedua perkara tersebut antara lain perkara nomor 30 P/HUM/2018 dan 46 P/HUM/2018. Perkara nomor 30 P/HUM/2018 diajukan oleh Lucianty untuk menguji PKPU No 14/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sedangkan perkara nomor 46 P/HUM/2018 diajukan oleh Jumanto untuk menguji PKPU No. 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Objek permohonan yang diajukan Lucianty adalah Pasal 60 (1) huruf g dan j sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi". Batu uji pasal tersebut adalah Undang-Undang (UU) No 7/2017 tetang Pemilu dan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.
Amar putusan perkara ini adalah permohonan dikabulkan sebagian. Di mana Pasal 60 (1) huruf j sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi" diputus tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU No 7/2017.
Untuk perkara uji materi yang diajukan Jumanto, pasal yang diuji adalah Pasal 4 (3), Pasal 11 (1) huruf d, dan Lampiran B.3. Batu uji pasal-pasal tersebut adalah UU No 7/2017, UU No 12/1995 tentang Pemasyarakatan, dan UU No 12/2011. Amar putusan perkara uji materi ini adalah dikabulkan dengan keterangan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 240 (1) huruf g UU No. 7/2017 dan Pasal 12 huruf d UU No. 12/2011.