Rabu 19 Sep 2018 14:19 WIB

Kemendagri: Pajak Rokok untuk BPJS Kurangi Penerimaan Daerah

Penerimaan daerah akan berkurang dan semakin bergantung pada pusat.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Friska Yolanda
Rokok
Rokok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan 50 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) akan digunakan untuk menutup defisit keuangan BPJS. Kendati demikian, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono menyebut hingga kini belum ada langkah dan petunjuk yang jelas terkait penggunaan dana cukai tembakau dan pajak rokok daerah tersebut. 

"Tapi arah kebijakan yang jelas mengenai, berkaitan dengan pajak, itu semua adalah bagian dari wacana, dalam proses pembahasan, saya sendiri yang membawahi produk daerah, belum ada arahan untuk kemudian memberikan, memberlakukan kebijakan tersebut," kata Sumarsono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (19/9).

Menurut dia, penutupan defisit keuangan BPJS dengan dana cukai tembakau dan pajak rokok daerah ini akan berpengaruh terhadap pendapatan daerah. Ia mengatakan, penerimaan asli daerah (PAD) pun akan berkurang sehingga harus mencari sumber pendapatan daerah lainnya. 

Namun, jika tidak dikurangi menggunakan dana cukai tembakau dan pajak rokok daerah maka justru akan mendorong masyarakat untuk terus merokok. "Itu jelas tidak sehat. Ini dilema untuk pendapatan daerah," ujar dia. 

Sumarsono pun menilai, solusi terbaik ketika pendapatan asli daerah berkurang maka harus dicarikan sumber pendapatan yang lain serta diberikan insentif dari pemerintah pusat. Jika tak ada solusi, pengurangan pendapatan daerah akan menyebabkan daerah semakin bergantung pada pusat dan berpengaruh pada kualitas otonomi daerah. 

"Sehingga kompensasinya itu ada. Kalau tidak, daerah yang saat ini PAD-nya memperoleh plus minus 15 persen dari total APBD ya semakin menyusut. Artinya semakin bergantung pada pusat," jelasnya. 

Pemberian insentif kepada daerah pun dinilainya mudah dilakukan. Pemerintah pusat, kata dia, dapat memberikan anggaran lebih ke daerah. Lebih lanjut, Sumarsono menyampaikan, pajak rokok tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daerah seperti di Kediri dan Kudus.

Dana bagi hasil ini, kata Sumarsono, merupakan sumber utama bagi pendapatan daerah. Karena itu, ia meminta agar hal ini dikaji kembali.

"Dana bagi hasil, itu semua sumber-sumber utama. Saya kira itu yang harus dipikirkan ulang, yang penting perlu ada keseimbangan pusat dan daerah dalam kerangka NKRI ini," tambahnya. 

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, penggunaan 50 persen dana cukai tembakau dan pajak rokok daerah dilakukan dengan persetujuan dari daerah. Penggunaan dana cukai tembakau dan pajak rokok ini juga disebutnya telah sesuai dengan undang-undang. 

"Undang-undang itu mengamatkan 50 persen cukai itu untuk pelayanan kesehatan. Itu yang nerima juga daerah kok untuk pelayanan kesehatan di daerah, bukan pelayanan di pusat. Itu pun sudah melalui persetujuan daerah," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta usai pelantikan Gubernur dan Wagub NTB.

Jokowi juga menyebut telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pemanfaatan cukai rokok dari daerah, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement