Kamis 20 Sep 2018 08:18 WIB

Cadangan dan Produksi Aman, Mengapa Masih Impor Beras?

Menteri Perdagangan Enggartiasto terlibat adu argumen dengan Dirut Bulog Budi Waseso.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) dalam konferensi pers di Kantor Pusat Perum Bulog, Rabu (19/9) menegaskan tidak akan melakukan impor beras hingga Juni 2019 karena stok hingga akhir 2018 bisa sampai tiga juta ton setelah semua total impor beras masuk sebanyak 1,8 juta ton dari pesanan 2017.
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) dalam konferensi pers di Kantor Pusat Perum Bulog, Rabu (19/9) menegaskan tidak akan melakukan impor beras hingga Juni 2019 karena stok hingga akhir 2018 bisa sampai tiga juta ton setelah semua total impor beras masuk sebanyak 1,8 juta ton dari pesanan 2017.

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Rahayu Subekti

Kebijakan impor beras menimbulkan konflik panas di Tanah Air. Maksud hati ingin memperkuat stok dan cadangan, impor beras malah dianggap mubazir dan tidak perlu dilakukan. 

Konflik pun tak terhindarkan. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Dirut Perum Bulog Budi Waseso saling lempar pandangan berbeda atas kebijakan ini.

Budi Waseso berharap pemerintah tidak lagi mengimpor beras hingga Juni 2019. Ia bahkan menilai impor beras yang dilakukan pemerintah mubazir.

Budi mengatakan, jumlah cadangan beras dan produksi lokal masih cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Hal itu sesuai perhitungan tim analisis bentukan Bulog yang terdiri atas para ahli, kementerian terkait, dan jajaran Bulog. 

Tim tersebut menganalisis kebutuhan dan kondisi perberasan nasional. "Bahkan, beras cadangan impor di Bulog kemungkinan tidak akan terpakai," kata Budi dalam konferensi pers di kantor pusat Perum Bulog, Jakarta, Rabu (19/9).

Pria yang akrab disapa Buwas tersebut mengungkapkan, beras impor sebanyak 1,4 juta ton yang sudah masuk hanya mengendap di gudang Bulog. Sebab, serapan Bulog dari petani lokal masih tinggi dan mencukupi untuk operasi pasar dan kebutuhan beras sejahtera (rastra). 

"Percuma (impor beras). Selain dolar AS yang sedang tinggi, kondisi saat ini memang belum perlu impor. Kita harus efisiensi supaya jangan mubazir," katanya.

Baca Juga: Menko Darmin: Data Beras Kementan Sering Meleset

Dia memerinci cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,4 juta ton. Jumlah tersebut belum termasuk beras impor yang akan masuk pada Oktober sebesar 400 ribu ton. Sehingga, kata dia, total cadangan beras Bulog menjadi 2,8 juta ton.

Dari total cadangan tersebut, Bulog memperhitungkan kebutuhan untuk rastra hanya akan terpakai 100 ribu ton. Dengan demikian, total stok beras yang ada di gudang Bulog hingga akhir Desember 2018 sebesar 2,7 juta ton.

Jika ditambah dengan serapan gabah dari dalam negeri sebesar 4.000 ton per hari pada musim kering, Buwas memperkirakan stok akhir bisa mencapai 3 juta ton. "Saya tak mau lagi berpolemik mau atau tidak impor. Karena ada analisis tadi tidak perlu impor, maka kebutuhan sampai Juni 2019 aman," kata Buwas.

Buwas mengatakan, data kebutuhan beras Indonesia sebesar 2,4 hingga 2,7 juta ton per bulan perlu dipertanyakan. Dari data tersebut, tercatat bahwa setiap orang mengonsumsi beras sebanyak 130 kg per tahun. Data tersebut, menurut Buwas, menjadi rancu dan mengakibatkan asumsi bahwa kebutuhan beras lebih banyak dari yang seharusnya.

Soalnya, kata Buwas, data konsumsi beras tidak menspesifikasikan usia sehingga bayi juga dihitung sebagai penduduk yang mengonsumsi beras. "Dipukul rata, maka asumsinya menjadi 2,7 juta ton. Akhirnya dihitung produksi kita selalu tidak pernah cukup dengan kebutuhan," ujarnya.

Buwas berharap pemerintah dapat mengerem impor beras, apalagi neraca perdagangan Indonesia masih defisit akibat nilai impor lebih tinggi daripada ekspor. Oleh karena itu, Buwas tidak setuju jika ada penambahan impor beras karena tidak sesuai dengan keinginan pemerintah yang ingin menekan impor. 

"Dolar sedang tinggi. Impor beras dapat menguras devisa negara," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement