REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metanol merupakan produk yang laik untuk dijadikan sebagai jangkar industri atau anchor industry tahap I di Kawasan Industri Petrokimia Teluk Bintuni, Papua Barat. Hal ini disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
"Kebutuhan metanol di Indonesia pada 2021 diprediksi mencapai 871 ribu ton per tahun, sedangkan produsen satu-satunya saat ini di Indonesia adalah PT Kaltim Methanol Indonesia," kata Airlangga, Senin (24/9).
Anchor industry adalah industri yang berdiri untuk menarik sebanyak mungkin industri lain masuk ke dalam kawasan industri tersebut. Airlangga menyampaikan PT Kaltim Methanol Indonesia baru mampu menyuplai 330 ribu ton kebutuhan domestik.
Selain mengenai kebutuhan dalam negeri, lanjut Airlangga, pemilihan metanol sebagai "anchor industry" juga mempertimbangkan potensi metanol untuk dijadikan sebagai produk turunannya.
"Kami memiliki harapan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni akan berkembang seperti kawasan industri petrokimia yang sudah berkembang pesat saat ini," ungkap Airlangga.
Sebagai contoh, kata Airlangga, kawasan industri petrokimia di Bontang, Kalimantan Timur, yang merupakan klaster industri petrokimia pertama yang sudah berjalan lebih dari 30 tahun.
Hingga saat ini, kata dia, telah terdapat lima industri petrokimia yang berada di kawasan Kaltim Industrial Estate (KIE) Bontang. Komoditasnya meliputi Amoniak, Pupuk Urea, Methanol, dan Amonium Nitrat.