REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publikasi terbaru dari Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan fundamental yang kuat dapat menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 dan 2019 dari berbagai tantangan global.
"Meski lingkungan global cukup berat, perekonomian Indonesia diproyeksikan masih tumbuh dengan baik tahun ini dan tahun depan," kata Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Winfried Wicklein dalam jumpa pers publikasi Asian Development Outlook di Jakarta, Rabu (26/9).
Wicklein menambahkan, pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh inflasi yang masih terkendali. Posisi fiskal dinilai masih terkelola dengan baik dan sejumlah langkah kebijakan telah diambil untuk menjaga stabilitas.
Menurut dia, Indonesia telah memiliki kebijakan fiskal yang berhati-hati dengan defisit anggaran masih terjaga rendah. Selain itu, rasio utang pemerintah terjaga pada kisaran 30 persen terhadap PDB.
"Indonesia perlu melanjutkan upaya langkah-langkah untuk mendorong prospek jangka menengah dan panjang bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menguntungkan semua penduduk," ujar Wicklein.
Kondisi tersebut, tambah dia, memerlukan investasi besar dan percepatan infrastruktur utama. Kondisi ini juga memerlukan perbaikan pendidikan dan keterampilan serta reformasi berkelanjutan dalam bidang ekonomi.
Laporan ini juga mengingatkan pentingnya kebijakan efektif untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan stabilitas. Hal tersebut untuk mengatasi ketidakpastian global akibat ketegangan perdagangan internasional dan pengetatan moneter di AS.
Dalam publikasi tersebut, ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 mencapai 5,2 persen dan pada 2019 sebesar 5,3 persen. Pengeluaran dari sisi rumah tangga diperkirakan akan tumbuh stabil karena adanya kenaikan pendapatan yang didukung oleh pertumbuhan lapangan kerja dan pengeluaran dari pemilihan umum yang membantu terjadinya konsumsi.
Konsumsi rumah tangga ini juga terbantu oleh stabilitas harga. Perkiraan tingkat inflasi nasional rata-rata mencapai 3,4 persen pada 2018 dan 3,5 persen pada 2019.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini tetap kuat dan membantu kinerja perekonomian, meski kinerja ekspor dalam jangka pendek melambat dan kebijakan moneter digunakan untuk memitigasi tekanan eksternal dan menjaga stabilitas. Selain itu, investasi dari sektor swasta meningkat seiring dengan perbaikan lingkungan usaha, di antaranya pembenahan sarana infrastruktur, peningkatan logistik, maupun penyederhanaan peraturan melalui sistem layanan terintegrasi. Belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur juga diyakini masih bertahan pada 2018 dan 2019, dengan beberapa proyek besar dijadwalkan segera selesai.
Dalam publikasi ini, ADB ikut memperkirakan defisit transaksi berjalan pada 2018 dan 2019 masing-masing tercatat pada kisaran 2,6 persen terhadap PDB karena dukungan sektor investasi yang kuat dan laju pertumbuhan ekonomi.
Baca juga, Ekonomi Indonesia 2020-2024 Diproyeksi Tumbuh 5,7 Persen