Sabtu 29 Sep 2018 01:48 WIB

Anggota DPR akan Tinjau Data Produksi Jagung

Pengecekan dinilai perlu karena produksi jagung berhubungan dengan pakan ternak

Sejumlah pekerja mengolah jagung yang baru dipanen untuk diproduksi menjadi jagung pakan ternak di Desa Bora, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (20/9). Kabupaten Sigi merupakan salah satu daerah penghasil jagung di Sulawesi Tengah dengan luas lahan tanam jagung tahun ini mencapai sekitar 2.500 hektare. Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung nasional hingga Desember 2017 mencapai 24,5 juta ton.
Foto: Mohamad Hamzah/Antara
Sejumlah pekerja mengolah jagung yang baru dipanen untuk diproduksi menjadi jagung pakan ternak di Desa Bora, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (20/9). Kabupaten Sigi merupakan salah satu daerah penghasil jagung di Sulawesi Tengah dengan luas lahan tanam jagung tahun ini mencapai sekitar 2.500 hektare. Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung nasional hingga Desember 2017 mencapai 24,5 juta ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota legislatif Komisi IV DPR, Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan akan turun ke lapangan untuk meninjau langsung data produksi jagung. 

“Gagasan untuk mempertemukan menjadi salah satu solusi. Kami akan melakukan pengecekan lapangan terdahulu karena laporannya surplus,” ujar Zainut di Jakarta, Jumat (28/9). 

Pengecekan langsung dipandangnya perlu dilakukan, mengingat produksi jagung ini karena berhubungan dengan pakan untuk ternak. Dengan harga pakan yang meningkat, efeknya bakal merembet ke harga telur dan daging ayam. 

Sementara itu, Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman menceritakan, saat ini peternak lebih banyak menggunakan gandum daripada jagung untuk bahan baku produksi. Langkah ini diambil karena memang kebutuhan jagung untuk produksi pakan tidak dapat terpenuhi.

"Pengusaha pakan membeli olahan gandum dari pabrik terigu. Ini mau tidak mau karena jagung tidak cukup," ujarnya. 

Kebutuhan pengusaha pakan atas gandum ditanggapi serius. Sudirman mengatakan, secara teori hampir semua pengusaha pakan sudah menggunakan gandum sebagai pengganti jagung.

Ia pun berharap pemerintah menata ulang kebijakan terkait pakan dan bahan bakunya, khususnya jagung. Menurutnya, langkah yang bisa diambil pemerintah adalah menarik minat investor bisnis pascapanen untuk persoalan surplusnya jagung yang belum pasti ini.

"Jadi daripada mengklaim jagung surplus, lebih baik pemerintah melibatkan sebanyak-banyaknya pihak swasta. Jangan dikerjakan sendiri," ucapnya.

Ia mencontohkan, selama ini kementerian pertanian memberikan bantuan dalam bentuk alat produksi pertanian, benih dan pupuk. Sementara dryer atau pengering tidak ada.

"Jagung itu seperti padi juga. Kalau musim hujan butuh dryer. Nah kan tidak mungkin juga kasih dryer ke petani atau kelompok tani. Karena itu biaya operasional dan perawatan juga tinggi. Ini yang harus dipikirkan," tuturnya.

Jika memang stok tersedia, pengusaha ternak kata Sudirman sebenarnya lebih senang memakai jagung untuk bahan utama pakan ternak. Dengan memakai jagung, pakan mereka tidak perlu ditambahkan zat adittif untuk bisa membuat kaki ayam terlihat kuning.

"Masyarakat kita kan kalau milih daging ayam ingin yang kakinya kuning. Lalu kalau telur juga maunya kuningnya lebih terang. Nah itu kalau pakai jagung udah pasti kuning. Kalau pakai gandum, ayam kakinya putih, kita harus tambah zat aditif," tuturnya. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement