REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemasangan foto Presiden kedua RI, Soeharto di setiap atribut kampanye Partai Berkarya dinilai tidak berpengaruh terhadap elektabilitas parpol peserta Pemilu 2019 itu. Demikian analisis Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Teguh Yuwono.
Teguh mengakui bahwa loyalis Soeharto hingga sekarang masih ada. Namun, mereka tersebar ke sejumlah partai politik, termasuk Golongan Karya (Golkar) yang didirikan oleh Pak Harto.
"Tinggal Tommy Soeharto (sapaan akrab Hutomo Mandala Putra) sebagai Ketua Umum Partai Berkarya memanggil pulang para loyalis itu," kata Teguh, Selasa (2/10).
Terkait dengan rencana Partai Berkarya yang akan menggelar acara nonton bareng film G-30-S/PKI setiap 30 September, Teguh Yuwono mengatakan dampaknya terhadap partai tersebut juga akan biasa saja. Alasannya, isu komunisme bukanlah isu baru.
"Ini bukan isu baru. Jadi, efek politiknya sudah terlihat," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengatakan bahwa partainya berencana secara masif memasang foto Soeharto di setiap atribut kampanye partainya. "Kalau tidak dilarang undang-undang, kami berencana secara masif memasang foto Pak Harto di baliho, spanduk, videotron, dan billboard di seluruh Indonesia," kata Priyo usai diskusi di Jakarta, Jumat (28/9).
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ada larangan bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan (vide Pasal 280 Ayat 1 Huruf i). Larangan tersebut juga termaktub di dalam Pasal 69 Ayat (1) Huruf i Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan PKPU 28/2018.