Selasa 02 Oct 2018 15:03 WIB

KPU Ingatkan Bantuan Gempa tanpa Kepentingan Politik

Kepentingan politik, yakni menyertakan logo, alat peraga, dan bahan kampanye.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengimbau peserta pemilihan umum agar menyalurkan bantuan kepada korban gempa di Sulawesi Tengah (Sulteng) tanpa kepentingan politik. Kepentingan politik, yakni menyertakan logo partai politik, alat peraga, dan bahan kampanye lainnya dalam bantuan.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mempersilakan peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 memberikan bantuan kemanusiaan di daerah terdampak gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulteng. “Akan tetapi, imbauan KPU jangan bantuan kemanusiaan dijadikan komoditas politik," ujar dia di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (1/10).

Ia mengatakan bantuan yang memuat logo partai politik, alat peraga, dan materi kampanye lainnya termasuk pelanggaran kampanye. Apabila hal itu ditemukan, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bisa menindak peserta pemilu itu sebagai bentuk pelanggaran kampanye.

"KPU sudah mengatur metode kampanye. Tergantung Bawaslu-nya," kata Wahyu.

Terkait pemberian bantuan, KPU mempersilakan peserta pemilu memberikan langsung bantuan atau melalui perantara. Menurut Wahyu, hal tersebut merupakan teknis di lapangan. 

Pada suasana duka seperti sekarang, Wahyu mengatakan, semua pihak, termasuk partai politik, dapat bergotong royong mengedepankan sikap kemanusiaan meskipun dalam masa kampanye. Di sisi lain, KPU mengapresiasi niat sejumlah peserta Pemilu 2019 menghentikan sementara kampanye di daerah terdampak gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. 

Kendati demikian, Wahyu mengatakan penghentian kampanye bukan berarti tahapan kampanye dihentikan, melainkan dalam konteks daerah yang terdampak bencana tidak dijadikan tempat kampanye. 

Baca Juga: KIK akan Kirim Relawan tanpa Atribut Kampanye ke Sulteng

Wahyu mengatakan, penghentian atau penundaan kampanye untuk daerah yang mengalami bencana alam tidak dimungkinkan terkait dengan penerapan UU Pemilu Nomor 7/2017. Aturan itu sudah mengamanatkan kampanye pemilu dimulai sejak 23 September lalu hingga 13 April 2019. 

"Karena tentu saja jadwal tahapan dan program itu berdasarkan pada UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, tahapan kampanye sudah diatur. Mulai 23 September 2018 sampai 13 April 2018," ujar dia.

Sebelumnya, peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integritas (NETGRIT), Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengatakan, pemberhentian sementara kampanye di daerah terdampak bencana alam dimungkinkan jika ada kesepakatan antara penyelenggara dan peserta Pemilu 2019.

"Jadi mungkin saja, dari artian proses kampanye tetap berjalan sesuai tahapan. Kemudian jika ada kesepakatan antara semua pihak, penundaan itu bisa dilakukan," kata Ferry.

Akan tetapi, dia mengingatkan agar jangan sampai kesepakatan itu menimbulkan celah-celah yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan kampanye terselubung. Ferry mencontohkan adanya pemberian bantuan kemanusiaan yang dengan kemasan yang mencantumkan logo dan lambang parpol. 

Jika ada temuan seperti ini maka sudah mengarah kepada bantuan yang berkamuflase dengan politik uang. Ferry menyebut bantuan yang dipolitisasi akan menjadi kontraproduktif dengan semangat pemulihan pascabencana alam. 

"Sebaiknya tidak memberikan bantuan yang dibungkus dengan mencantumkan logo atau nomor parpol. Itu bisa jadi money politic," kata dia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement