REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini, peninggalan kerajaan Cham yang bercorak Hindu tampak dari reruntuhan Candi My Son di dekat Kota Da Nang. Situs masuk dalam salah satu warisan dunia UNESCO dan populer di kalangan wisatawan.
Sebanyak 80 persen lebih komunitas Cham adalah Muslim. Statistik pemerintah menyebutkan, komunitas Muslim menduduki peringkat terkecil dari enam kelompok agama yang diakui di negara ini. Posisi pertama ditempati Buddha sebagai agama mayoritas negara ini.
Meski negara berhaluan komunis, umat beragama mendapat hak dan jaminan kebebasan menjalankan keyakinan mereka. Seperti sesama Muslim di seluruh dunia, Cham di Distrik 8 selain bebas melakukan shalat lima waktu di masjid, mereka juga leluasa menjalankan puasa Ramadhan. Termasuk keleluasaan menunaikan haji ke tanah suci, Makkah dan Madinah.
(Baca: Islam di Vietnam Bertahan di Pinggiran Mayoritas)
Masyarakat Muslim juga berhak memiliki nama Arab di kartu identitas yang dikeluarkan pemerintah. Bahkan, terlibat juga dalam perayaan hari besar Vietnam seperti Tahun Baru Tet yang berlangsung tiap 5 Februari, meski sekadar seremonial, tidak masuk pada aspek ritual.
Sebagai minoritas terkecil, kiprah umat Islam memang tidak tampak di kancah nasional. Umat Islam di negara ini terlihat tak ingin terlalu dikenal publik. "Kami hanya mengikuti agama ini. Kami tidak peduli dengan politik, kata Haji Moqsa (52), wakil manajer madrasah setempat. Dia fasih berbahasa Melayu dan tahu sedikit bahasa Arab.
Mou-sa mengatakan, Kota Ho Chi Minh memiliki lebih dari 10 imam, semuanya dilatih di Vietnam. Imam asing juga sering datang, terutama dari Malaysia. Alquran telah diterjemahkan ke dalam bahasa Vietnam.
Mou-sa merupakan seorang lelaki kurus mengenakan kemeja tanpa kerah, sarung, dan kacamata berbingkai logam, ia telah tinggal di Distrik 8 sejak 1960-an, ketika komunitas Cham mulai bergerak ke daerah itu. Banyak yang datang dari Provinsi Delta Mekong di An Giang.