Selasa 16 Oct 2018 04:07 WIB

Kemarau Panjang Ancam Produksi Pangan?

Mentan Amran Sulaiman membantah hal itu. "Sekarang hujan bagaimana bisa el ninonya?"

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Petani mencangkul diantara padi yang baru ditanam berumur tiga minggu di sawah yang mengering Desa Lingga Jaya, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (28/8). Memasuki musim kemarau sejumlah area persawahan di Tasikmalaya sudah mulai mengering dan sulit mendapatkan pasokan air, serta terancam gagal panen.
Foto: Adeng Bustomi/Antara
Petani mencangkul diantara padi yang baru ditanam berumur tiga minggu di sawah yang mengering Desa Lingga Jaya, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (28/8). Memasuki musim kemarau sejumlah area persawahan di Tasikmalaya sudah mulai mengering dan sulit mendapatkan pasokan air, serta terancam gagal panen.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kekeringan terjadi di beberapa wilayah akibat musim kemarau berkepanjangan pada tahun ini. Kekeringan yang terjadi, tentunya berdampak pada produktivitas hasil tanaman pangan, khususnya padi yang masa tanamnya bisa mencapai tiga kali setahun.

Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, musim kemarau panjang yang tengah melanda Indonesia pada tahun ini sangat mungkin mengancam kedaulatan pangan. Sebab, kemarau panjang telah membuat paceklik di banyak tempat di Pulau Jawa yang menyumbang sekitar 60 persen dari total luas lahan pertanian di Indonesia.

"Ada risiko gagal panen yang lebih besar. Kekeringan itu akan menyebabkan harusnya produksinya satu ton, ini jadi setengahnya. Makin jauh dari optimal," katanya.

Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. Kekeringan tersebut sangat mungkin menimpa 28 provinsi yang ada di Tanah Air

Pemerintah Indonesia diminta mewaspadai el nino yang akan terjadi karena berpengaruh pada kondisi produksi pertanian di tanah air. Namun, Menteri Pertanian Amran Sulaiman membantah hal tersebut. "Sekarang hujan bagaimana bisa el ninonya?" katanya.

Ia menambahkan, yang disebut El Nino adalah tidak hujan atau kekeringan. Namun saat ini banyak wilayah telah memasuki waktu hujan seperti di Kalimantan dan Sumatera. Bahkan di pulau Jawa mulai hujan secara bertahap.

Sementara itu Akademisi dari Fakultas Pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan, kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini memang sangat unik. Bagian utara Khatulistiwa tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan. Bahkan saat ini sudah memasuki musim hujan.

Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India.

"Munson India itu pengaruhnya ke musim kemarau Indonesia. Saya pantau, indeks Munson India itu tahun ini lebih kuat dari normalnya. Normalnya 10 mps, tahun ini mencapai 15 mps, bahkan ada yang sampai 17 mps," ujar pakar agroklimatologi tersebut.

Parah dan panjangnya musim kemarau di 2018 pada akhirnya berimbas ke produksi tanaman pangan, khususnya padi. Kemarau akan berimbas mulai dari mengeringnya sumber air yang tampak hingga berkurang drastisnya kandungan air dalam tanah.

Ia memperkirakan musim kemarau panjang karena Munson India ini bisa berakhir di 10 hari pertama November. Sayangnya, di saat bersamaan sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan musim-musim hujan yang lalu. "Hujannya akan lebih tipis. Ada El Nino yang kira-kira terjadi November sampai Maret 2019 nanti," ujar dia.

Untuk itulah, ia meminta pemerintah segera mengantisipasi kondisi ini. Apalagi, November hingga Maret merupakan masa tanam hingga panen raya pertama untuk padi.

Bersambung ke halaman berikutnya..

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement