REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengingatkan dalam tahun politik ini seluruh masyarakat Indonesia dan para tokoh politik yang terlibat dalam kontestasi pesta demokrasi hendaknya melakukan rivalitas tidak bersifat destruktif.
"Rivalitas dibangun di atas fondasi yang tidak saling menjatuhkan. Kontestasi tidak boleh menimbulkan kegaduhan dan permusuhan, kebencian, kedengkian, tidak saling mencela, dan tidak harus saling memfitnah," kata Jokowi saat memberikan orasi ilmiah dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Kristen Indonesia (UKI) dalam rangka Lustrum XIII UKI di Kampus UKI, Jakarta Timur, Senin (16/10).
Seperti dalam rilis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, Jokowi menginginkan agar rakyat Indonesia menyambut kontestasi ini dengan penuh kegembiraan.
"Rakyat kita harus merayakan kontestasi ini dengan kegembiraan yang diwarnai oleh narasi-narasi yang sejuk, gagasan untuk kemajuan, program untuk Indonesia maju, yang merayakan perbedaan pilihan dengan penuh kedewasaan, dengan penuh kematangan, yang justru ini akan memperkukuh Bhinneka Tunggal Ika dan persatuan kita. Inilah yang sebetulnya ingin kita raih dalam kontestasi politik kita ini," ucapnya.
Konsistensi dalam negeri ini, Jokowi juga dikaitkan pidatonya yang disampaikan dalam pidato di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali, beberapa waktu yang lalu. "Pesan moral yang ingin saya sampaikan saat itu adalah bahwa konfrontasi dan perselisihan akan mengakibatkan penderitaan, bukan hanya bagi yang kalah, namun juga yang menang," ujarnya.
Ia kembali menyebut, perhelatan ekonomi dan politik dunia saat ini diwarnai oleh pertarungan antarkekuatan besar. Perebutan kekuasaan dan persaingan antarkekuatan besar itu bagaikan roda besar yang berputar seperti siklus kehidupan.
"Satu negara elite tengah berjaya, sementara negara lain mengalami kemunduran dan kehancuran," ucapnya.
Namun, di balik persaingan tersebut, sesungguhnya terdapat ancaman besar yang luput dari perhatian bersama. Jokowi bahkan menyebut ancaman itu jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
"Misalnya, perubahan iklim dan menurunnya ekonomi global," katanya.
Dirinya berujar kekalahan atau kemenangan yang dihasilkan dalam sebuah peperangan atau persaingan akan selalu sama: menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi kedua pihak. "Tidak boleh melakukan kerusakan hanya untuk menghasilkan sebuah kemenangan. Tidak ada artinya kemenangan yang dirayakan di tengah kehancuran. Itulah pesan moral yang ingin saya sampaikan di Annual Meetings itu," ujarnya.
Meski disampaikan untuk menggambarkan kondisi terkini terkait keadaan ekonomi global kepada para pimpinan lembaga internasional serta pengambil kebijakan ekonomi dan fiskal di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, beberapa waktu lalu.
Presiden Joko Widodo menyebut pidatonya juga relevan bagi kontestasi di dalam negeri yang saat ini masuk ke tahun politik, yakni Pemilihan Umum anggota legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.
"Pesan moral yang saya sampaikan pada pidato di Bali tersebut tidak hanya relevan disampaikan kepada pemimpin dunia saat ini. Tetapi juga dapat kita sampaikan kepada masyarakat, kepada pemimpin-pemimpin kita di dalam negeri, terutama elite-elite yang sedang memperjuangkan kepentingannya," kata Jokowi.