REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut program hunian Samawa DP 0 Rupiah ditujukan untuk warga ekonomi menengah bergaji Rp 4 juta hingga Rp 7 juta per bulan. Ia mengutarakan itu sebagai tanggapan atas kritik yang menyebut program itu tidak berpihak kepada rakyat miskin.
Anies menerangkan hal tersebut karena memang menggunakan skema perbankan. Dalam skema itu, ada proporsi di mana tidak boleh semua penghasilan dipakai untuk menyicil.
“Karena ada batas maksimalnya, di mana presentase penghasilan tidak boleh lebih besar dipakai untuk menyicil," kata Anies di Jakarta, Rabu (17/10).
Anies menyebut skema perbankan tersebut mengharuskan tidak lebih dari 30 persen penghasilannya dipakai untuk menyicil sebagai antisipasi agar uangnya tidak habis. Karena itu, syarat upah Rp 4 juta-Rp 7 juta diperlukan untuk memenuhi aturan yang telah sesuai dengan skema perbankan.
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan ini, apabila warga memiliki penghasilan di bawah UMP Jakarta maka harus mengikuti skema sewa di rusunawa untuk tempat tinggal. Saat ini, UMP DKI berada pada angka Rp 3.648.035 dan akan ditambah 8,03 persen pada 2019.
"Mereka menyewa, nanti setelah digunakan selama 20 tahun rumah susun itu bisa menjadi miliknya. Statusnya sewa beli. Jadi program ini memang bisa menggunakan fasilitas perbankan,” kata dia.
Anies mengatakan skema ini lebih baik. “Jangan kita membuat mereka tidak bisa hidup layak setiap bulan hanya karena mereka harus nyicil rumah. Lebih baik mereka sewa dengan harga yang murah tetapi punya kepastian bila membayar dengan baik, merawat rumah dengan baik, maka setelah 20 tahun bisa memiliki," ujar Anies.
Pemprov DKI telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 104 Tahun 2018 tentang Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Dalam aturan itu, warga bisa memiliki hunian DP 0 Rupiah jika telah menghuni selama 20 tahun.
Kritik bahwa hunian DP 0 Rupiah tidak diperuntukkan bagi warga miskin dilontarkan berbagai pihak. Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Dwi Wijayanto Rio Sambodo yang mengatakan dengan skema kepemilikan rumah tanpa DP saat ini, dia memastikan cicilan pemilik akan besar setiap bulan dan tidak akan bisa dinikmati warga miskin di Ibu Kota.
"Bisa kami katakan bahwa dalam satu tahun pemerintahan ini, tidak ada program rumah untuk warga miskin," ujar Dwi di Gedung DPRD DKI, Senin (15/10).
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Tri Sakti Trubus Rahardiansah menilai payung hukum yang ada bagi program rumah dp nol rupiah atau SAMAWA yaitu Pergub 104/2018 perlu diganti dengan Perda. Sebab, program Samawa bersifat jangka panjang.
Demikian pula sasarannya harus jelas. Sebab, masyarakat berpenghasilan rendah memiliki tingkat pekerjaan dan penghasilan yang berbeda beda, sehingga konsumen rumah DP nol rupiah bisa tepat sasaran.
"Ini mengingat animo masyarakat untuk membeli rumah program Samawa relatif tinggi. Sedangkan lembaga Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang seharusnya terbentuk untuk menangani program DP nol rupiah sampai saat ini baru ada berbentuk UPT, sehingga perlu dipercepat pelayanannya agar masyarakat yang membutuhkan rumah dp nol rupiah dapat terlayani," ujar Trubus saat dihubungi.