Sabtu 20 Oct 2018 16:00 WIB

Museum Sangiran Berbenah untuk Tarik Wisatawan

Pada revitalisasi tersebut, pengelola fokus pada penambahan dan penggantian display.

Red: Agung Sasongko
Museum Sangiran, Jawa Tengah
Foto: Republika/Agung Suprianto
Museum Sangiran, Jawa Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Museum Purbakala Sangiran terus berbenah untuk menarik pengunjung baik dari masyarakat umum maupun pelajar, kata Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Muhammad Hidayat saat ditemui di ruang kerjanya di Sragen, Sabtu (20/10).

Museum manusia purba yang berada di lahan seluas 1,75 hektare tersebut terakhir direvitalisasi pada tahun lalu. Pada revitalisasi tersebut, pengelola fokus pada penambahan dan penggantian display.

Sedangkan pada tahun ini, dikatakannya, lebih kepada perawatan fosil. Untuk perawatan tersebut, dana yang dibutuhkan dalam satu tahun sekitar Rp40 juta. Menurut dia, penggantian display akan kembali dilakukan pada tahun depan dengan anggaran sekitar Rp500 juta.

Ia mengatakan Museum Purbakala Sangiran sebetulnya terdiri dari lima klaster, yaitu Klaster Krikilan, Klaster Dayu, Klaster Ngebung, Klaster Manyarejo, dan Klaster Bukuran. Meski demikian untuk kelima klaster tersebut tersebar di beberapa wilayah dengan jarak masing-masing sekitar 5 km dari Museum Sangiran itu sendiri.

"Yang disebut orang Museum Sangiran ini sebetulnya Klaster Krikilan. Klaster ini sifatnya lebih umum, yaitu tentang kekayaan fosil yang ada di Sangiran," katanya.

Berdasarkan data, dikatakannya, jumlah pengunjung Klaster Krikilan di hari biasa sekitar 1.000 orang/hari, sedangkan pada hari libur bisa mencapai 5.000 orang/hari.

"Pengunjung ini kebanyakan yang datang ke Klaster Krikilan. Kalau untuk klaster lain sebetulnya juga terbuka untuk umum tetapi kendalanya akses jalan agak sempit dan kondisi jalan juga kurang bagus. Selain itu letaknya tidak dalam satu wilayah, jadi butuh waktu lama kalau ingin mengunjungi seluruh klasternya," katanya.

Ia mengatakan untuk Klaster Krikilan tersebut terdiri dari tiga ruangan. Untuk ruangan pertama berisi tentang kekayaan alam yang ditemukan di Sangiran, ruangan kedua menceritakan proses kemanusiaan mulai dari terbentuknya bumi hingga manusia sekarang, dan yang ketiga adalah diorama yang menceritakan masa keemasan manusia purba Sangiran.

Hidayat mengatakan dari ratusan fosil yang dipamerkan, sebagian di antaranya asli dan sebagian lagi merupakan replika. Ia mengatakan replika tersebut kebanyakan dari fosil tubuh manusia.

"Untuk fosil tengkorak manusia purba yang kami pamerkan kebanyakan tiruan tetapi bentuknya sama dengan yang asli karena pembuatannya dengan proses cetak. Kami tidak berani memamerkan yang asli karena alasan keamanan, selain itu ada yang sudah rawan rapuh," katanya.

Sedangkan untuk koleksi asli yang dipamerkan merupakan fosil binatang, di antaranya gajah, sapi, kerbau, dan rusa. Selain itu, ada pula berbagai alat yang digunakan oleh manusia purba untuk beraktivitas.

"Bahkan untuk gajah ini kami ada koleksi gading, dari zaman 1,5 juta tahun yang lalu, 1 juta tahun yang lalu, dan 700 ribu tahun yang lalu," katanya.

Meski sudah memiliki koleksi mencapai ribuan, dikatakannya, hingga saat ini dalam satu tahunnya museum tersebut masih menerima sekitar 1.000 fragmen fosil baru yang kebanyakan ditemukan oleh masyarakat.

Sebagai bentuk penghargaan untuk para penemu, setiap tahun pihaknya menyelenggarakan agenda pemberian imbalan 3-4 kali. Untuk penghargaan yang diberikan dalam bentuk uang.

"Besar kecilnya uang yang kami berikan tergantung dari kelangkaan, kondisi fragmen, besar kecil ukuran, dan kejujuran dari si penemu ini. Kami lebih menghargai mereka yang menemukan fosil di lahan milik sendiri," katanya.

Ia mengatakan uang imbalan paling besar yang pernah diberikan kepada penemu sebesar Rp25 juta. Menurut dia, uang imbalan yang diberikan akan makin besar jika yang ditemukan merupakan potongan fosil manusia purba.

Ia mengimbau kepada masyarakat yang menemukan fosil cukup melapor kepada Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran. Selanjutnya petugas balai yang akan menggali sendiri untuk sekaligus melakukan penelitian.

"Kehati-hatian ini penting untuk memastikan fosil bisa diambil dalam kondisi utuh. Selain itu, kami juga butuh tahu lapisan tanah apa yang ada di sekitar fosil sehingga dapat diketahui umur dari fosil tersebut," katanya.

Ia mengatakan dari seluruh fosil yang ada di Museum Sangiran, lebih dari setengahnya merupakan fosil pada zaman 300.000-700.000 tahun yang lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement