Kamis 25 Oct 2018 08:39 WIB

Sikap GP Ansor dan PBNU Atas Pembakaran Bendera

Presiden meminta kasus pembakaran bendera diserahkan ke kepolisian.

Ketua GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas (kanan)  bersama Sekjen GP Ansor, Abdul Rochman (tengah )  memberikan keterangan kepada media terkait pembakaran bendera HTI di DPP GP Ansor, Jakarta, Rabu (24/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas (kanan) bersama Sekjen GP Ansor, Abdul Rochman (tengah ) memberikan keterangan kepada media terkait pembakaran bendera HTI di DPP GP Ansor, Jakarta, Rabu (24/10).

REPUBLIKA.CO.ID

Oleh: Mimi Kartika, Umi Nur Fadhilah

Kasus pembakaran bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid terus menuai pro-kontra. Kasus ini memanas di tengah musim kampanye politik menuju pilpres dan pileg 2019.

Ajakan untuk memasang bendera dengan kalimat tauhid di profil gambar smartphone pun mengemuka di media sosial. Seruan agar umat Islam bijak menyikapi kasus ini juga kuat tersebar.

Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor) melayangkan permintaan maaf karena membuat kegaduhan di tengah masyarakat atas insiden pembakaran bendera oleh Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Limbangan, Garut, akhir pekan lalu. Akan tetapi, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, permintaan maaf bukan untuk pembakaran bendera yang mereka persepsikan sebagai bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Saya atas nama GP Ansor dan mewakili kader meminta maaf kepada seluruh masyarakat, seluruh masyarakat, ya, jika apa yang dilakukan kader kami menimbulkan kegaduhan dan ketidaknyamanan. Atas kegaduhannya, bukan pembakaran bendera HTI," ujar Gus Yaqut dalam konferensi pers di kantor PP GP Ansor, Jakarta Pusat, Rabu (24/10).

photo
Umat Muslim di Tasikmalaya menggelar aksi bertema Dakwah Kalimat Tauhid on the Sreet di depan Masjid Agung Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (24/10). Aksi ini sebagai bentuk protes atas insiden pembakaran bendera tauhid di Garut.

 

Menurut dia, bendera yang dibakar anggota Banser di Garut merupakan bendera milik ormas HTI yang telah dibubarkan pemerintah. Alasannya, lanjut dia, karena pernyataan Polda Jawa Barat yang menegaskan telah melakukan pemeriksaan dan menyatakan bendera tersebut adalah bendera HTI.

"Untuk itu, perlu kami sampaikan bahwa kami menolak secara tegas bahwa bendera HTI tersebut diidentikkan atau dinyatakan seakan-akan sebagai bendera tauhid milik umat Islam," kata Sekretaris Jenderal GP Ansor Abdul Rochman dalam kesempatan yang sama.

Sebelumnya, beberapa oknum Banser melakukan pembakaran saat perayaan Hari Santri Nasional di Alun-Alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, pada Senin (22/10) pagi. Dalam video kejadian tersebut yang beredar di internet, beberapa orang dengan seragam Banser NU tampak membakar bendera hitam bertuliskan “Lailahailallah Muhammadurrasulullah” dalam kaligrafi Arab.

Menurut Abdul Rochman, peristiwa itu bermula saat seorang peserta mengibarkan bendera HTI. Pembawa bendera tersebut tidak mengalami penganiayaan atau persekusi dari Banser, tetapi bendera yang ia bawa dibakar oknum Banser. 

“Pimpinan Pusat GP Ansor akan memberikan peringatan (pada oknum Banser) karena telah menimbulkan kegaduhan publik dan persepsi yang tidak seimbang," kata Abdul.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj juga berkeras mengatakan, bendera yang dibakar oknum Banser di Garut adalah bendera HTI. “Itu kata polisi dan tim investigasi NU di lapangan," kata dia di kantor PBNU, Rabu (24/10).

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement