Rabu 31 Oct 2018 10:28 WIB

LGBT Semakin Memprihatinkan di Jabar

70 persen LGBT usia 15 tahun sampai 25 tahun atau usia sekolah.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
Tolak LGBT/Ilustrasi
Tolak LGBT/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat yang mengalami prilaku seks menyimpang di Jawa Barat, semakin memprihatinkan. Berdasarkan, pemetaan Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Jabar, saat ini terdapat sekitar 1.500 tempat 'mangkal' atau pertemuan terbuka khusus lelaki penyuka lelaki (LSL). Jumlah LSL di Jabar, tercatat ada 23 ribu orang.

Menurut Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta masyarakat turut aktif merangkul mereka supaya masyarakat yang melakukan berbagai seks menyimpang jumlahnya bisa ditekan. Karena, saat ini keberadaan LGBT di Jabar sudah semakin memprihatinkan.

Baca Juga

"Para LSL ini pun menjadi salah satu penyumbang terbesar angka orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Jawa Barat," ujar Uu kepada wartawan usai membuka Acara Pertemuan Puncak Ketua Komisi Penanggulangan Aids se-Jabar di Bandung, Selasa petang (30/10).

Uu mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahaya penyebaran virus tersebut untuk masa depan bangsa. Selain itu, angka warga LSL yang tercatat, hanya sebagian kecil dari kenyataannya. Bahkan cenderung tersembunyi.

Oleh karena itu, menurut Uu, ia membutuhkan peran masyarakat untuk berperan aktif mendeteksi dan merangkul mereka, termasuk kaum LGBT. Apalagi, saat ini ternyata berdasarkan data yang diterima dari KPA Jabar, 70 persen LGBT usia 15 tahun sampai 25 tahun atau usia sekolah. "Ini adalah usia produktif, usia sekolah dan kuliah. Kita harus tanggulangi bersama, demi nasib bangsa ke depan," kata Uu.

Uu mengatakan dengan statistik hasil penelitian yang mengkhawatirkan ini, pemerintah tidak bisa bertindak sendirian dalam menanggulangi masalah sosial tersebut. Terlebih, 1.500 tempat mangkal ini tersebar di Jawa Barat, dan tidak hanya di kawasan perkotaan.

Masyarakat, kata Uu, tidak bisa hanya menghakimi dan mengacuhkan ODHA atau LSL. Mereka, harus dirangkul untuk bisa hidup bermasyarakat. Berbicara layaknya keluarga dengan mereka, sehingga mereka tidak terjerumus pada pemikiran yang lebih parah, seperti radikalisme. "Masalah LGBT, adalah masalah sentuhan hati. Kita harus merangkul. Bukan hanya menangani mereka dengan pasal dan sanksi," katanya.

Jadi, kata dia, jangan cuma bilang haram atau hukuman pidananya seperti apa. Ketuk dulu hatinya, baru sejukkan dengan pendidikan dan agama. Mereka kebanyakan pemuda, kalau dipaksa, akan berontak," kata Uu.

Uu mengatakan, ancaman negara kini bukan hanya bukan penurunan rasa nasionalisme dan kebangsaan serta hedonisme dan konsumtivisme. Tapi juga bahaya seks bebas, narkoba, dan radikalisme. Musuh besar ini harus ditangani bersama.

Untuk menangani hal tersebut, Uu mengatakan, Pemprov Jabar memiliki sejumlah program khusus anak muda. Mulai dari program kewirausahaan, sampai pendidikan dan penyediaan ruang kreativitas. "Anak muda itu harus dibuat sibuk, sehingga tidak ada waktu untuk berbuat hal yang merugikan. Peran orang tua juga sangat penting, untuk mendidik dan membesarkan anaknya sebaik mungkin," katanya.

Sementara menurut Ketua Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Jawa Barat, Iman Tedjarachmana, mengatakan pengumpulan data terhadap 1.500 tempat mangkal tersebut dilakukan KPAI Jabar pada Desember 2017. Tempat ini biasa dijadikan tempat pertemuan LSL. "Hasil pemetaan di Jabar jumlah LSL sebanyak 23 ribu. Itu masih angka estimasi belum validasi. LSL itu bukan gay, tapi juga yang suka perempuan dan lelaki juga," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement