REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemerintah Afghanistan yang didukung Amerika Serikat (AS) telah kehilangan kendali atas sejumlah distrik dari Taliban. Sementara itu jumlah korban di antara pasukan keamanan telah mencapai rekor tertinggi.
Seperti dilansir Aljazirah, Kamis (1/11), laporan kuartalan terbaru dari Special Inspector General for Afghanistan Reconstruction (SIGAR) menggarisbawahi tekanan berat pemerintah di Kabul. Tekanan terjadi justru saat AS telah memulai kontak awal dengan Taliban untuk kemungkinan pembicaraan perdamaian.
"Penguasaan distrik, penduduk, dan wilayah Afghanistan secara keseluruhan menjadi lebih diperebutkan pada kuartal ini," kata badan itu dalam laporannya.
Taliban masih belum berhasil merebut provinsi besar meskipun serangan terhadap Farah di Afghanistan barat dan Ghazni terjadi pada tahun ini. Tetapi Taliban menguasai daerah pedesaan yang luas.
Data dari misi Afghanistan's NATO-led Resolute Support menunjukkan, pasukan pemerintah gagal mendapatkan kontrol atau pengaruh lebih besar atas distrik, populasi, dan wilayah pada kuartal tersebut.
Pada September, pemerintah mengaku telah mengendalikan atau mempengaruhi wilayah dengan sekitar 65 persen penduduk, stabil sejak Oktober 2017. Ini setelah setahun pertempuran sengit di Farah dan Ghazni serta provinsi lain seperti Faryab dan Baghlan di utara.
Namun, hanya 55,5 persen dari total 407 kabupaten di bawah kendali atau pengaruh pemerintah. Ini merupakan tingkat terendah sejak SIGAR mulai masuk ke distrik pada 2015.
Baca juga, Pertarungan di Afghanistan, Siapa Lawan Siapa?
Enam bulan sebelum pemilihan presiden, data tersebut menunjukan situasi keamanan yang semakin memburuk di Afghanistan. Bahkan saat utusan khusus AS, Zalmay Khalilzad, telah bertemu dengan para pejabat Taliban untuk memetakan kemungkinan perundingan perdamaian.
SIGAR mengutip data misi Resolute Support yang mengatakan jumlah rata-rata korban di antara pasukan keamanan Afghanistan antara 1 Mei dan 1 Oktober adalah terbesar dari selama periode itu.
Pemerintah Afghanistan tidak lagi mengeluarkan angka korban pasti. Tetapi bulan ini Jenderal Joseph Votel, kepala Komando Pusat AS, mengatakan korban Afghanistan meningkat dari tahun lalu dan menjadi masalah yang diperhatikan.
Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Afghanistan (UNAMA), mengatakan dalam laporan Oktober bahwa ada 8.050 korban sipil selama sembilan bulan pertama tahun ini. Angka itu termasuk 313 kematian dan 336 cedera yang disebabkan oleh Serangan udara AS dan Afghanistan.