REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Sektor pariwisata dan jasa akan diprioritaskan untuk menjadi dua sumber baru pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Tujuannya agar kegiatan penggerak roda perekonomian di Ibu Kota tidak stagnan.
Kepala Tim Advisory dan Ekonomi Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta, M Cahyaningtyas di Banyuwangi Jawa Timur, Sabtu (3/11), mengatakan sejak awal 2018, BI Perwakilan DKI Jakarta meningkatkan perhatiannya pada indikator fundamental ekonomi karena laju pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta menunjukkan perlambatan, padahal perekonomian nasional bertumbuh.
"Di triwulan I 2018, perekonomian DKI Jakarta masih bisa tumbuh di 5,99 persen, namun triwulan II, turun lagi ke 5,93 persen. Hal itu buat kami langsung 'concern' dengan apa yang terjadi," kata Tyas, sapaan akrabnya dalam diskusi dengan media.
Realisasi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada kuartal II 2018 menunjukkan perlambatan dibanding kuartal I 2018, padahal pertumbuhan ekonomi nasional di periode yang sama bertumbuh cukup menjanjikan dan di luar dugaan yaitu dari 5,06 persen di kuartal I 2018 menjadi 5,27 persen di kuartal II 2018.
"Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta melambat di triwulan II dibanding triwulan I 2018," ujarnya.
Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi pertumbuhan DKI Jakarta memang selalu lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional. Namun realisasi pertumbuhan Ibu Kota, kata Tyas, belum menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
"Jakarta selalu memiliki pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang lebih tinggi dibanding nasional, tapi segini-segini saja," ujar Tyas.
Dari kajian Bank Sentral, penopang pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta selama ini adalah konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan juga investasi. Berdasarkan kajian itu pula, sektor pariwisata dan jasa dinilai menjadi dua sektor yang mampu mendorong akselerasi perekonomian.
Kepala Kantor Perwakilan BI DKI Jakarta Trisno Nugroho, yang secara reguler memberikan rekomendasi kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta, mengatakan destinasi wisata unggulan DKI Jakarta, seperti Pulau Seribu, Kota Tua, atau Setu Babakan, harus dipotimalkan oleh pemerintah setempat untuk mendongkrak konsumsi masyarakat, dan investasi.
Adapun, kepulauan Seribu merupakan salah satu dari 10 destinasi wisata prioritas untuk pengembangan oleh pemerintah Indonesia.
"Tidak bisa bergantung terus dengan industri, harusnya sudah menjadikan pariwsata sektor pertumbuhan baru," ujarnya.
Selain itu, prioritas pengembangan pariwisata juga agar dapat menarik banyak devisa sekaligus meningkatkan kinerja neraca jasa untuk memperkecil defisit neraca transaksi berjalan.
Dengan begitu, manfaat penerimaan devisa dari pariwisata dapat membantu upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Adapun pemerintah memiliki target nasional untuk meraup penerimaan devisa sebesar 17,6 miliar dolar AS dari pariwisata dengan kunjungan 20 juta wisatawan mancanegara.