REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Musibah gempa yang terjadi di Palu menyisakan banyak cerita. Tak sedikit cerita heroik. Salah satunya dialami oleh Nurmansyah, salah seorang relawan Rumah Zakat. Satu hari pasca gempa bang Nurman sudah berada di palu dan langsung bergabung dengan tim evekuasi dengan BNPB.
Area evakuasi sangat luas. Nurman menceritakan, sejauh mata memandang itu adalah area hancurnya Petobo. "Pandangan saya udah berkunang-kunang, yang ada dalam pikiran saya adalah mati dan saya berdoa: "Yaa Allah jangan engkau cabut nyawa saya saat ini, karena masih banyak tugas menanti di depan mata. Yaa Rabb, panjangkan umur ku, izinkan saya menuntaskan amanah ini hingga akhir. Bismillah saya jalan lagi. Dan alhamdulillah Allah masih memberikan nikmat hidup hingga sekarang ini," cerita Nurman.
Baginya menjadi relawan evakuasi adalah panggilan jiwa. Selain ia memiliki kualifikasi sebagai relawan evakuasi, ia pun berfikir evakuasi adalah pekerjaan awal yang begitu urgent dalam sebuah bencana namun sangat terbatas orang yang bisa gabung di dalamnya.
Di tengah keadaan kota palu yang porak poranda dan serba terbatas bang Nurman bersama relawan lainnya berjibaku menyisir satu persatu reruntuhan. Saat itu ia sedang bertugas di Petobo suatu daerah yang hilang di telan likuifaksi yang hanya menyisakan gunungan tanah yang dibawahnya banyak tertimbun jenazah.
Aktivitas relawan Rumah Zakat membantu evakuasi korban di Petobo.
Di tengah hari yang sangat panas menyengat tanpa ada logistik yang cukup satu persatu jenazah ditemukan, tak kenal lelah dan letih ia terus menyisir gundukan tanah itu karena baginya lelah itu sudah pasti tapi prinsipnya adalah waktu di dunia ini singkat, jadi jangan terlalu sering untuk rehat.
“Kami selama 2 hari tidak makan, air pun sulit tapi kami tetap melakukan tugas kami untuk mengevakuasi. Saat itu salah satu anggota TNI menemukan minuman soda yang sudah kadarluarsa, kami terpaksa minum itu agar kami tidak dehidrasi, sambil berharap tidak terjadi apa-apa pada kami,” ujarnya.
Cerita kembali mengalir dari ayah satu putra ini, keesokan harinya. Di saat sedang menggali area yang diduga menjadi tumpukan jenazah akibat dorongan lumpur sehingga mereka bertumpuk disebuah dinding rumah yang tidak hancur. Tiba-tiba tanah bergoncang.
"Gempa.. Gempa.. Gempa."
Secara spontan peralatan evakuasi yang dia pegang terlepas semua dan mencoba menyelamatkan diri. Posisinya sangat dekat dengan rumah tersebut yang memang sudah retak-retak.
"Tapi kami tak membuang waktu lama, tak sampai 3 menit, kami kembali melakukan penggalian evakuasi jenazah tersebut. Alhasil di area 3 m x 5 M tersebut kami menemukan 39 jenazah yang berhasil kami evakuasi dalam 2 hari," ucap dia.