Rabu 14 Nov 2018 15:25 WIB

Banjir dan Longsor di Jabar Capai 83 Kejadian dalam Sebulan

Peristiwa ini menyebabkan korban meninggal dunia sebanyak enam orang.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
Warga membawa barang mereka melintasi banjir yang menggenangi Perumahan Bintang Alam, Telukjambe Timur, Karawang, Jabar.
Foto: ANTARA/M.Ali Khumaini
Warga membawa barang mereka melintasi banjir yang menggenangi Perumahan Bintang Alam, Telukjambe Timur, Karawang, Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bencana banjir dan loncor di Jabar selama bulan November tahun ini intensitasnya mengalami kenaikan bila dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Menurut Kepala BPBD Jabar, Dicky Saromi, jumlah kejadian banjir dan longsor di Jabar ada 132 kejadian. Peristiwa ini menyebabkan korban meninggal dunia sebanyak enam orang.

Dicky mengatakan, pada tahun lalu jumlah bencana di Jabar ada 1.111 lalu kejadian. Sedangkan tahun ini, sudah mencapai 1.325 kejadian. Padahal tahun ini belum berakhir. "Angka 132 itu jumlah dari 1 November sampai Selasa (13/11). Sedangkan tahun lalu, di bulan November hanya 113 kejadian, memang ada kenaikan," ujar Dicky pada acara Jabar Punya Informasi (Japri), di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (14/11).

Dicky menjelaskan, 83 kejadian tersebut adalah 23 kejadian banjir dan 60 tanah longsor. Untuk banjir, di antaranya terjadi di Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, Pangandaran, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Bogor, Cimahi, dan lainnya. Sedangkan longsor, kata dia, ada 60 kejadian di 14 kabupaten/kota. Di antaranya, Bogor, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bandung, Cianjur dan lainnya.

photo
Kendaraan melintasi banjir yang menggenangi jalan menujun pintu tol jatibening dan sebagian jalan tol di sekitar Jati Bening, Bekasi, Jabar.

Saat ini, menurut Dicky, banjir di permukiman warga di Kabupaten Bandung airnya belum surut. Di seluruh Jabar, jumlah masyarakat yang mengungsi akibat bencana ada 2.243 kepala keluarga atau sebanyak 7.499 jiwa. "Pengungsi tersebut ada di Kabupaten Bandung, Tasikmalaya dan Pangandaran," katanya.

Untuk Kabupaten Bandung, kata dia, jumlah kepala keluarga yang mengungsi ada 120 KK. Sedangkan Tasikmalaya, ada 520 KK. Pengungsi tersebut, tidak ditempatkan di tenda. Tapi, di masjid dan gedung yang aman.

Terkait longsor di Gentong, kata dia, sudah bisa ditanggulangi jadi sudah bisa dua arah. Begitu juga, Naringgul dan Citatah sudah bisa dilalui. "Begitu ada kejadian, kami sudah stand by dan akan langsung segera ditangani," katanya.

Dicky meminta semua masyarakat Jabar untuk tetap waspada selama musim hujan ini. Karena, berdasarkan data BMKG curah hujan tinggi di Jabar bagian tengah dan selatan. Potensi banjir, berkembang ke utara. "Kewaspadaan dan mitigasi dari sekarang harus dilakukan. Kan kita dalm posisi siaga kalau potensi bencana akan muncul dan tanggap kalau bencana sudah terjadi," katanya.

photo
Petugas dengan menggunakan alat berat membersihkan sisa longsor tebing di Ciloto Puncak, Jabar. 

Dicky menilai, pengurangan risiko bencana tak hanya menjadi tugas BPBD tapi kolaborasi semua pihak. Selain itu, jangan melihat bencananya saja tapi karakteristik Jabar. Berdasarkan peta banjir,  daerah rawan berpotensi banjir di Jabar ada di utara dan tengah. "Semua, 27 kota/kabupaten di Jabar potensi banjir ada yang sebagian besar tinggi. Yang sedang dan kecil hanya sebagian," katanya.

Curah hujan di Jabar, kata dia, rata-rata per tahunnya sekitar 48 miliar meter kubik pertahun. Namun, hanya 30 persen yang termanfaatkan atau sekitar 15 miliar meter kubik. Sisanya run off menjadi genangan dan banjir.

Dia menjaskan, banyak daerah aliran sungai (DAS) di Jabar yang rusak. Yakni, dari 41 DAS, kondisinya banyak yang kurang baik. Bahkan, ada 15 DAS yang masuk dalam kategoris merah. Seharusnya, setiap DAS tutupan lahan harusnya 30 persen. Tapi, sekarang banyak DAS yang tutupan lahannya di bawah 20 persen. "Yang baik di Jabar itu hanya 10 DAS," katanya.

Sehingga, kata dia, air hujan yang mengalir tak bisa terserap oleh DAS tersebut. Banjir pun, sering terjadi di DAS yang semakin kritis. Sedangkan banjir diperkotaan, kata dia, sering disebut banjir Cileuncang salah satu penyebabnya bersumber dari timbunan sampah.

Saat ini, jumlah timbunan sampah mencapai 650 ribu ton sampai tiga juta ton. "Kalau sampah tidak dikelola dengan baik akan berpotensi banjir karena pasti di buang ke drainase dan menghambat aliran air," katanya.

Faktor penyebab banjir lainnya, kata dia, adalah tata kelola tanah, tata kelola air, drainase, kolam retensi yang belum jadi. Juga tata bangunan dan tata ruang yang tak sesuai peruntukannya. "Akibatnya ya itu banjir dan tanah longsor," katanya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement