REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provisi Jawa Barat melalui Tim Penggerak PKK Jabar, bekerja sama dengan Kantor Staff Kepresidenan RI mendeklarasikan 'Cegah Stunting' (tumbuh kerdil), di Lapangan Gasibu Bandung, Ahad (18/11). Deklarasi ini, dilakukan untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) Ke-54 tahun 2018 yang jatuh setiap 12 November.
Deklarasi ditandai oleh pembunyian sirine dan hand print oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama Ketua Tim Penggerak PKK Jabar Atalia Praratya, Deputi III Kantor Staff Kepresidenan Denni Puspa Purbasari, Asisten Deputi Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak dan Kesehatan Lingkungan Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Meida Octarina, serta pimpinan pemerintah daerah di 27 Kabupaten/Kota se-Jawa Barat.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, deklarasi cegah stunting ini penting mengingat bahaya stunting terhadap pertumbuhan generasi muda Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Karenanya, dia menginginkan, komitmen dari seluruh kabupaten/kota untuk menyukseskan cegah stunting melalui berbagai progam.
Salah satunya adalah program dana desa, yang diarahkan sebagiannya untuk pemenuhan gizi ibu hamil dan balita melalui OMABA (Ojek Makanan Balita). “Stunting ini bukan urusan tinggi badan saja, tapi kondisi gagal tumbuh, pertumbuhan otaknya lemah secara kualitas manusia baik fisik maupun mental," ujar Emil sapaan akrabnya.
Oleh karena itu, di hari ini bersama 27 kepala daerah (kabupaten/kota) gubernur mencanangkan program anti-stunting selama 5 tahun. Ini agar selanjutnya bisa mengikis habis (kasus baru stunting).
“Tadi sudah saya perintahkan, ada program-program dari dinas terkait, PKK, Posyandu, bahkan (program) Dana Desa akan kita atur penggunaannya, salah satunya untuk pemberian gizi agar masalah stunting di desa-desa bisa berkurang,” paparnya.
Terkait program dana desa, Emil mengimbau, pihak terkait untuk mengutamakan penyesuaian besaran bantuan berdasarkan kebutuhan dan peringkat daerah dengan penderita terbanyak. Langkah ini, dinilai lebih efisien dalam menurunkan angka stunting secara signifikan.
Dia menginginkan, program cegah stunting ini terus dipantau setiap tahunnya untuk memonitor penurunan penderita stunting di Jawa Barat hingga lima tahun kedepan.
“Karena ini eksperimen pertama, setelah satu tahun kita tahu kecepatan apa, baru kita rumuskan berapa persen (penurunanya) pertahun sampai 2023," katanya.
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Jabar tercatat ada 29,9 persen atau 2,7 juta balita yang terkena stunting. Tiga belas daerah dengan penderita terbanyak di Jawa Barat yang disinggung Emil, antara lain Kabupaten Garut (43,2 persen), Kabupaten Sukabumi (37,6 persen), Kabupaten Cianjur (35,7 persen), Kabupaten Tasikmalaya (33,3 persen), Kabupaten Bandung Barat (34,2 persen), Kabupaten Bogor (28,29 persen), Kabupaten Bandung (40,7 persen), Kabupaten Kuningan (42 persen), Kabupaten Cirebon (42,47 persen), Kabupaten Sumedang (41,08 persen), Kabupaten Indramayu (36,12 persen), Kabupaten Subang (40,47 persen), dan Kabupaten Karawang (34,87 persen).
Marketing Manager Energen Anto Noegroho mengatakan, stunting merupakan isu nasional. Yakni, sebuah kondisi karena tumbuh kembang yang tidak sempurna. Oleh karena itu, Energen sepakat untuk memperbaiki kondisi sunting ini.
"Kami support dengan cara mengedukasi. kami tidak hanya hari ini saja dengan memberikan sarapan sehat, lebih 30 kota di Indonesia sudah ada gerakan ini," katanya.
Dalam deklarasi ini, ada 80 booth pameran dan lebih dari 8.000 orang yang terdiri dari 5.000 masyarakat dari 27 Kabupaten/Kota, 500 pendukung acara dan sponsor, serta 300 tenaga kesehatan semuanya terlibat mensukseskan deklarasi cegah stunting ini.