REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Juru Bicara Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mengatakan Reuni Akbar alumni aksi bela Islam 212 di Monas, Jakarta, pada Ahad (2/12) menjadi momentum menuntut keadilan dalam permasalahan penistaan agama yang belum selesai. Ia mengatakan penistaan agama itu tidak terkait dengan kasus Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
“Masalah Ahok sudah dihukum dan (segera) keluar dari penjara. Masalah penistaan lainnya belum selesai, seperti pembakaran bendera tauhid, " ucapnya pada Republika, Jumat ( 29/11).
Menurutnya, permasalahan bendera tauhid belum diselesaikan karena pembakaran bendera itu hanya dikaitkan pada persoalan kegaduhan, bukan pembakaran bendera. Ia mengatakan pelaku pembakaran hanya dihukum dengan denda.
“Seolah olah tidak masalah dan tidak mengakui melakukan pembakaran bendera tauhid," kata dia. Karena itu, ia menambahkan, subtansi pembelaan agama masih relevan untuk Reuni Akbar 212.
Ia mengatakan Reuni Akbar 212 menjadi ajang untuk menyatukan semua umat islam di Indonesia dalam damai. Ia menjelaskan bertepatan dengan Reuni Akbar 212, ada pihak lain yang melakukan kegiatan sendiri sepeti acara tandingan yang digelar oleh Kapitra Ampera.
Ismail mengatakan kegiatan yang digelar Kapitra tidak lepas dari motif politik. Apalagi, ia menambahkan, banyak pihak yang mengimbau agar jangan datang dan ikut Reuni 212.
“Bahkan mereka berharap tidak dengan jumlah besar yang ikut reuni 212 ini, ya, liat saja nanti," ucapnya.