REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Festival Nusantara Marandang yang digelar di Parkir Timur Senayan pada Ahad (2/12) tak hanya menyajikan sajian kuliner khas Minangkabau yang dikenal lezat. Pameran seni dan budaya, termasuk pertunjukan busana juga ikut ditampilkan. Kali ini, giliran dua perancang busana asal Minang, Emi Arlin dan Rona Rahayu Yunus, yang mendapat kesempatan menampilkan karya-karyanya yang kental akan sentuhan budaya Minangkabau.
Pertunjukan busana bertajuk 'Revealed Minangkabau' yang digelar bersamaan dengan 'Nusantara Marandang' kemarin sengaja fokus menampilkan paduan dua ragam tekstil paling dikenal di Sumatra Barat: songket dan sulam. Sang perancang busana, Emi dan Rona, mengungkapkan bahwa mereka sengaja memadukan dua warisan tradisi busana Minangkabau dalam sebuah konsep yang lebih berani dan modern. Padahal, ujar Emi, sebelumnya sulaman dan songket adalah dua hal yang terpisah.
"Bila songket dan sulam identik dengan acara adat, kini kami hadirkan dalam bentuk estetik dan cocok dikenakan oleh perempuan modern, dengan nuansa etnik, dinamis, dan berani," ujar Emi, Senin (3/12).
Paduan songket dan sulam ditampilkan dalam 'Revealed Minangkabau'. Acara ini digelar bersamaan dengan Festival Nusantara Marandang, Ahad (2/12). (Sapto Andika / Republika)
Sementara itu, Rona yang juga berperan sebagai perancang, menambahkan bahwa sejak ratusan tahun silam, songket dan sulaman merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Budaya Minangkabau. Keduanya merupakan kekayaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Dimulai antara abad ketujuh hingga ke-14, tradisi tenun dan sulam mulai memasuki Minangkabau seiring dengan adanya interaksi perdagangan antara Cina, India, dan Kerajaan Pagaruyung (Minangkabau).
"Pada saat itu pulalah terjadi perkembangan cita kain yang melekat erat dengan budaya setempat, seperti songket dan sulam. Hal ini tertuang tidak hanya pada adat istiadat berbusana, tetapi juga pada ornamen-ornamen penghias rumah gadang," kata Rona.
Dalam 'Revealed Minangkabau', baik Emi dan Rona memanfaatkan Sulam Banang Ameh (Sulam Benang Emas) kepala peniti yang bisa ditemukan pada seluruh wilayah Minangkabau dalam detail busananya. Menurut Emi, detail sulaman benang katun dan sutra yang halus, dengan visual membentuk lingkaran kecil-kecil, dan perpaduan warna yang harmonis, membuat sulaman ini terlihat halus, detail, dan hidup.
"Sementara songket yang digunakan adalah Songket Silungkang, dengan kain yang tegas, elegant, namun tidak menghilangkan keluwesannya," kata Emi.
Sementara itu, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumatra Barat Nevi Zuairina menyatakan dukungannya terhadap insan kreatif yang ingin memajukan budaya Minangkabau. Ia menyebutkan, bidang fashion merupakan salah satu industri yang penting dalam pengembangan industri kreatif di Indonesia. Ia menyebutkan, fashion merupakan penyumbang 30 persen dari seluruh sektor industri kreatif terhadap PDB nasional. Di daerah pun, polanya serupa.
"Nah, perancang asal Sumbar ini harus didorong memiliki ruang kreatifnya. Sekaligus ikut melestarikan keberadaan para pengrajin, kita juga berharap para pengrajin meningkatkan ke profesional dalam meningkatkan mutu karya dari hasil kerajinannya," kata Nevi.