REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) merujuk kepada putusan konstitusi untuk menyikapi polemik soal syarat pencalonan anggota DPD. Secara spesifik, Mahfud dan sejumlah pengajar hukum tata negara mengusulkan KPU menjalankan opsi yang paling dekat dengan konstitusi untuk menyikapi persoalan yang diuji materi oleh Oesman Sapta Odang (OSO) itu.
Menurut Mahfud, induk dari semua hukum adalah konstitusi. "Oleh sebab itu, dalam pilihan hukum yang problematis ini kami usulkan (kepada KPU) pilihan opsi yang paling dekat dengan konstitusi," ujar Mahfud saat memberikaan keterangan kepada wartawan usai melakukan audiensi dengan KPU, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/12).
Dia melanjutkan, ada usulan yang spesifik itu diberikan kepada KPU untuk kemudian diolah. Meski demikian, Mahfud menegaskan tidak mau mencampuri KPU dalam memutuskan sikap final soal tindak lanjut putusan MK, Mahkamah Agung (MA) dan PTUN mengenai syarat pencalonan anggota DPD.
"Kami ingin KPU memberikan keputusan yang independen sehingga agenda konstitusi kita tetap berjalan, tidak membuat gaduh. Kami mendukung KPU untuk mengambil pilihan-pilihan bagi pemilu kita," tambah Mahfud.
Selain Mahfud, Mantan Ketua MA, Bagir Manan juga turut hadir dalam audiensi dengan KPU, Senin sore. Hadir pula para pengajar hukum tata negara seperti Bvitri Susanti, Feri Amsari dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Dijumpai secara terpisah, Bagir Manan, juga menegaskan jika menurut sistem ketatanegaraan MK menjadi institusi yang paling depan dalam menjaga konstitusi. Menurut dia, meski dalam sistem ketatanegaraan Indonesia tidak menyatakan bahwa MK dapat secara hukum mengesampingkan putusan lain, tetapi kedudukan MK kuat sebagai lembaga penjaga konstitusi.
"Sudah semestinya dia (MK) dianggap sebagai juru tafsir pertama mengenai undang-undang dasar (UUd 1945). Maka semestinya putusan MK itu yang paling dekat dengan pengertian kandungan konstitusi, " tegasnya.
Dia melanjutkan, KPU juga harus menghitung berbagai risiko untuk mengambil putusan soal polemik pencalonan anggota DPD ini. Bukan hanya risiko hukum, tetapi risiko politik, risiko sosial juga bharus dipertimbangkan.
"Jangan sampai karena KPU kurang arif membuat keputusan, nanti akan ada timbul masalah-maslah poltiik atau sosial sehingga mempengaruhi kualitas pemilihan umum kita. Kami memberikan dukungan moril kepada KPU agar tidak usah ragu memgambil keputusan," tambahnya.