Rabu 05 Dec 2018 20:46 WIB

KPU: Kami Harap Pak OSO Mau Mundur dari Parpol

KPU akan mengakomodasi OSO dalam DCT Pemilu 2019 jika OSO mundur dari parpol.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Ketua KPU Arief Budiman
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua KPU Arief Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman meminta Oesman Sapta Odang (OSO) mau mengundurkan diri sebagai pengurus parpol. Dengan begitu, kesempatan untuk bisa mengikuti Pemilu 2019 bisa dipastikan.

"Semoga (OSO) mau mengundurkan diri," ujar Arief kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (5/12).

Menurut Arief, substansi keputusan KPU soal tindak lanjut putusan Mahkamah Agung (MA) dan PTUN tetap mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). KPU tetap akan mengakomodasi OSO dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019 jika yang Ketua Umum Partai Hanura itu mengundurkan diri terlebih dulu.

"Masih sama isi keputusan kami. Perintah PTUN kan hanya memasukkan (ke DCT) dan tidak ada perintah yang lain. Tapi kan kami diberi kesempatan untuk memutuskan (waktu untuk memasukkan ke DCT)," katanya.

Meski demikian, Arief masih belum mau menyebutkan sampai kapan waktu yang diberikan kepada OSO untuk mengundurkan diri. Nantinya, waktu tersebut akan disampaikan secara detail dalam surat yang disampaikan oleh KPU kepada tim kuasa hukum OSO.

"Surat belum kami sampaikan. Nanti segera," ucap Arief.

Dihubungi secara terpisah, ahli hukum tata negara, Bvitri Susanti, mengatakan sikap KPU tidak sepenuhnya sejalan dengan saran dari sejumlah ahli hukum tata negara. Pada dasarnya, para ahli hukum dan pegiat pemilu meminta KPU langsung menjalankan putusan MK.

Namun, pihaknya juga menyadari bahwa  sebagai  lembaga, KPU harus mempertimbangkan beberapa aspek. Meski begitu, Bvitri berpendapat sikap KPU harus segera dituangkan dalam surat resmi. Selain untuk memberikan kepastian hukum, penerbitan surat KPU juga menghindari potensi intervensi terhadap sikap yang sudah diambil KPU.

"Kalau sekarang kan baru dari media, kemudian dilanjutkan oleh media lagi. Tidak salah jika ada kekhawatiran jangan-jangan di dalam masih ada perbedaan pendapat yang didasarkan oleh beberapa faktor. Misalnya KPU masih khawatir soal tuntutan hukum yang mungkin ada, yang nantinya bisa membuat pelaksanaan pemilu terbengkalai," jelas Bvitri.

Dia lantas menjelaskan kemungkinan tindakan hukum yang masih akan diambil oleh pihak OSO. Pertama, OSO bisa meminta penetapan kepada PTUN.

"Sebab putusan PTUN kan harus dilakukan oleh KPU. Kalau KPU menginterpretasikan itu secara berbeda maka OSO bisa minta penetapan dari  PTUN. Langkah ini yang paling bisa dilakukan oleh pihaknya," tutur Bvitri.

Selanjutnya, ada potensi untuk mengajukan sengketa perdata dan pidana.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggrani, menilai 

KPU ingin menyelaraskan antara putusan PTUN dan putusan MA. OSO akan dimasukkan ke DCT tetapi tidak mungkin tanpa mengundurkan diri.

Titi menuturkan, untuk mengundurkan diri sebagai pengurus parpol OSO bisa membuat surat pernyataan bahwa dia mundur dari pengurus parpol. Surat itu dibuat secara resmi dan tidak boleh ditarik kembali.

"Tinggal dibuat pernyataan yang yang bernilai hukum bahwa dia mengundurkan diri dari parpol. Pernyataan di atas materai yang tidak bisa ditarik lagi. Saya kira waktu untuk mengundurkan diri sampai 24 Desember itu sangat akomodatif," ujar Titi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement