REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik KPK Novel Baswedan menilai upaya penyingkapan kasusnya belum optimal. Bahkan dia menilai apa yang menimpanya belum terungkap sama sekali.
"Sampai sekarang serangan itu belum diungkap sama sekali. Saya katakan belum diungkap karena langkah-langkah yang seharusnya sebagai langkah-langkah yang ideal dalam rangka pengungkapan suatu perkara itu tidak dilakukan dengan optimal," kata Novel Baswedan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/12) sore.
Novel mendesak agar Presiden Joko Widodo segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk menggungkap pelaku penyiraman air keras tersebut. "Tentunya sangat memalukan, sangat memilukan ketika ada aparatur negara diserang dan kemudian itu dibiarkan," tegasnya.
Karena, sambung Novel, pembiaran teror terhadap penegak hukum berdampak buruk pada penanganan sebuah perkara. Akibatnya, keberanian penyidik dalam menuntaskan perkara korupsi bisa berkurang bahkan hilang.
Novel menilai penanganan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya sangat buruk. Dia khawatir tidak terungkapnya pelaku teror akan membuat para koruptor semakin berani, dan semangat pemberantasan korupsi di Tanah Air turun.
"Semoga semua itu tidak terjadi, oleh karena itu saya kembali lagi mendoakan semoga bapak presiden punya keberanian," tandasnya.
Sore tadi monumen jam waktu pemberantasan kasus penyerangan Novel dipasang di pelataran Gedung Merah Putih KPK. Monumen merupakan bentuk keprihatinan titik terang pengungkapan kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik Novel Baswedan.
Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan sejumlah maladministrasi terkait penyidikan kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Temuan maladiministrasi itu dirangkum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LAHP), untuk kemudian diserahkan ke pihak Polda Metro Jaya.
Menurut Ombudsman, salah satu penyebab penyidikan berlangsung lama, yakni ada keterangan dari pihak korban yang belum masuk berita acara perkara (BAP) kepolisian. Alhasil, penyidik kepolisian, menurut Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Pusat Adrianus Meliala, kesulitan untuk melakukan pemeriksaan, mengingat kegiatan tersebut berlandaskan keterangan pada BAP.