Jumat 14 Dec 2018 06:52 WIB

Pengusiran Sandiaga yang Berujung Tudingan Sandiwara

Sandiaga menegaskan dirinya sama sekali tidak melakukan sandiwara.

Rep: Febrianto Adi Saputro/Rizyan Adiyudha/ Red: Muhammad Hafil
Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno disambut poster bertuliskan imbauan larangan hadir di Pasar Kota Pinang, Sumatera Utara, Selasa (11/12).
Foto: Dok. BPN Prabowo- Sandiaga
Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno disambut poster bertuliskan imbauan larangan hadir di Pasar Kota Pinang, Sumatera Utara, Selasa (11/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Saat melanjutkan kegiatan kampanye di Kota Pinang, Sumatra Utara, Selasa (11/12), calon wakil presiden nomor urut 02,  Sandiaga Uno mengalami kejadian tidak menyenangkan. Sesampainya di pasar Kota Pinang, ia justru disambut dengan poster dari karton berwarna putih bertuliskan 'Pak Sandiaga Uno Sejak Kecil Kami Sudah Bersahabat Jangan Pisahkan Kami Gara-gara Pilpres, Pulanglah!!'.

Membaca tulisan tersebut Sandiaga merespons, “Jadi saya pulang aja nih?” tanya Sandiaga. Sandiaga pun menemui seorang pedagang bernama Drijon Sihotang yang diduga memasang poster itu.

Namun, yang menjawab pertama kali justru istrinya. Sang istri mengaku dibayar untuk memasang poster tersebut, namun Drijon membantahnya, ia mengaku memasang poster tersebut atas aspirasi pribadi.

“Bapak memasangnya sendiri? Kami sejak awal selalu ingin menciptakan kampanye yang sejuk, tidak memecah belah. Kampanye berpelukan Pak Drijon. Tidak ada upaya memecah belah,” ujar Sandi.

Belakangan, kejadian itu menuai tudingan bahwa Sandi sedang melakukan sandiwara dan playing victim. Tudingan dilontarkan oleh kubu pesaingnya.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf menilai terlalu kentara bahwa kejadian penolakan cawapres Sandiaga Uno di Pasar Kota Pinang, Sumatra Utara, adalah sebuah sandiwara. TKN berpendapat, tujuannya demi membangun framing seakan-akan Sandiaga didzalimi oleh rezim Jokowi.

"Terlalu kentara bahwa itu sandiwara," kata Juru Bicara TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily di Jakarta, Rabu (12/12).

Ace mengatakan, sandiwara itu bisa dilihat dari sejumlah video beredar mengenai kejadian di pasar tersebut. Dia melanjutkan, ada yang mengaku disuruh untuk memasang tulisan di sebuah kertas karton yang isinya menolak kedatangan Sandiaga.

Ace mengatakan, di media sosial Twitter bertagar #SandiwaraUno, hal ini sudah dibahas. Dia melanjutkan, dalam sebuah video, seorang pria berkemeja hitam dan bertopi hitam diduga bernama Yuga, Koordinator Media Tim Sandiaga, melarang anggota Timses Sandiaga ketika ingin mencopot poster penolakan.

Poster yang sempat tercopot akhirnya ditempelkan lagi. Lalu, Sandiaga mendatangi poster itu dan pura-pura bertanya. "Itu kan jelas sekali bahwa itu bagian dari playing victim supaya kesannya dizalimi," kata Ace lagi.

Menurut Ace, sah saja seseorang dalam berpolitik membangun sebuah skenario. Namun, dia menilai, skenario yang dibangun harus lebih canggih dan lebih kreatif sehingga tidak terlihat mencari simpati dengan cara-cara seperti begitu.

Namun, Sandiaga membantah tudingan itu, Sandiaga mengklaim bahwa apa yang terjadi ketika itu benar tanpa ada rekayasa. "Insya Allah apa yang terjadi itu apa adanya. kalau saya sih mendengar langsung dan saya panggil kan, saya panggil dia tadi awalnya agak malu-malu terus dia bilang iya pak ini betul. Saya tanya bapak dibayar? Oh nggak memang ini pendapat saya," Kata Sandi di Jakarta, Rabu, (12/12) malam.

Ia mengaku kejadian serupa juga pernah terjadi pada saat pilkada DKI 2017 lalu. Mantan wakil gubernur DKI Jakarta tersebut memaklumi jika ada masyarakat yang berbeda pilihan politik.

"Masyarakat tentunya menyampaikan aspirasi, ada aspirasi yang positif negatif itu harus kita tampung. Ada aspirasi yang mendukung atau tidak mendukung itu semua harus kita tampung," ujarnya.

Baca juga: PBNU Sesalkan Pernyataan Dubes Saudi Soal Organisasi Sesat

Baca juga: KPK Dituding Tutupi Peran Orang Ini dalam Kasus Eddy Sindoro

Penolakan itu menurutnya bagian dinamika kontestasi. Sehingga menurutnya perbedaan pilihan politik jangan justru ditanggapi sebagai sebuah perbedaan, melainkan sebuah karunia untuk mempersatukan bangsa.

"Jadi kita boleh berbeda pilihan, kita harus tetap berangkulan. Kita harus terus menjaga persatuan kita, ukhuwah kita. Itu yang kita sebut sebagai demokrasi sejuk, politik santun, dan kampanye yang damai, kampanye yang berpelukan," tuturnya.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga, Eddy Soeparno juga menegaskan jika Sandiaga Uno tidak pernah bersandiwara saat kampanye. Meski ditolak di beberapa daerah, Sandiaga tetap menerima hal itu.

Menurut Eddy, dirinya bersama Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan sering mendampingi Sandiaga Uno berkampanye ke daerah-daerah. Sekitar 70 kabupaten/kota sudah pernah disinggahi oleh petinggi PAN itu.

"Tidak ada Sandiwara satu pun. Meski ada penolakan di tempat tertentu, Pak Sandiaga tetap menerima penolakan itu," ungkap Edy kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/12) malam.

Sandiaga juga mengedepankan kesantunan dan persaudaraan. Meskipun memiliki pilihan yang berbeda selama pemilu, sebagai sesama masyarakat Indonesia harus saling berbaik sangka.

"Pak Sandiaga itu betul-betul tulus, tidak sandiwara. Meski ada perbedaan (pilihan politiknya) beliau tetap santun," tambah Eddy.

Baca juga: KPK Tahan Kakak Ipar Bupati Cianjur

Baca juga: Kisah Penghuni Pertama Neraka

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement